Selasa, 07 April 2009

Indikator Kebahagiaan ...

Ibnu Abbas ra. adalah salah seorang sahabat Nabi SAW yang sangat telaten dalam menjaga dan melayani Rasulullah SAW, dimana ia pernah secara khusus didoakan Rasulullah SAW, selain itu pada usia 9 tahun Ibnu Abbas telah hafal Al-Quran dan telah menjadi imam di mesjid. Suatu hari ia ditanya oleh para Tabi'in (generasi sesudah wafatnya Rasulullah SAW) mengenai apa yang dimaksud dengan kebahagiaan dunia. Jawab Ibnu Abbas ada 7 (tujuh) indikator kebahagiaan dunia, yaitu :


Pertama, Qalbun syakirun atau hati yang selalu bersyukur.

Memiliki jiwa syukur berarti selalu menerima apa adanya (qona’ah), sehingga tidak ada ambisi yang berlebihan, tidak ada stress, inilah nikmat bagi hati yang selalu bersyukur. Seorang yang pandai bersyukur sangatlah cerdas memahami sifat-sifat Allah SWT, sehingga apapun yang diberikan Allah ia malah terpesona dengan pemberian dan keputusan Allah. Bila sedang kesulitan maka ia segera ingat sabda Rasulullah SAW yaitu : "Kalau kita sedang sulit perhatikanlah orang yang lebih sulit dari kita". Bila sedang diberi kemudahan, ia bersyukur dengan memperbanyak amal ibadahnya, kemudian Allah pun akan mengujinya dengan kemudahan yang lebih besar lagi. Bila ia tetap “bandel” dengan terus bersyukur maka Allah akan mengujinya lagi dengan kemudahan yang lebih besar lagi. Maka berbahagialah orang yang pandai bersyukur!


Kedua. Al azwaju shalihah, yaitu pasangan hidup yang sholeh.

Pasangan hidup yang sholeh akan menciptakan suasana rumah dan keluarga yang sholeh pula. Di akhirat kelak seorang suami (sebagai imam keluarga) akan diminta pertanggungjawaban dalam mengajak istri dan anaknya kepada kesholehan. Berbahagialah menjadi seorang istri bila memiliki suami yang sholeh, yang pasti akan bekerja keras untuk mengajak istri dan anaknya menjadi muslim yang sholeh. Demikian pula seorang istri yang sholeh, akan memiliki kesabaran dan keikhlasan yang luar biasa dalam melayani suaminya, walau seberapa buruknya kelakuan suaminya. Maka berbahagialah menjadi seorang suami yang memiliki seorang istri yang sholeh.

Ketiga, al auladun abrar, yaitu anak yang soleh.

Saat Rasulullah SAW lagi thawaf. Rasulullah SAW bertemu dengan seorang anak muda yang pundaknya lecet-lecet. Setelah selesai thawaf Rasulullah SAW bertanya kepada anak muda itu : "Kenapa pundakmu itu ?" Jawab anak muda itu : "Ya Rasulullah, saya dari Yaman, saya mempunyai seorang ibu yang sudah udzur. Saya sangat mencintai dia dan saya tidak pernah melepaskan dia. Saya melepaskan ibu saya hanya ketika buang hajat, ketika sholat, atau ketika istirahat, selain itu sisanya saya selalu menggendongnya". Lalu anak muda itu bertanya: " Ya Rasulullah, apakah aku sudah termasuk kedalam orang yang sudah berbakti kepada orang tua ?" Nabi SAW sambil memeluk anak muda itu dan mengatakan: "Sungguh Allah ridho kepadamu, kamu anak yang soleh, anak yang berbakti, tapi anakku ketahuilah, cinta orangtuamu tidak akan terbalaskan olehmu". Dari hadist tersebut kita mendapat gambaran bahwa amal ibadah kita ternyata tidak cukup untuk membalas cinta dan kebaikan orang tua kita, namun minimal kita bisa memulainya dengan menjadi anak yang soleh, dimana doa anak yang sholeh kepada orang tuanya dijamin dikabulkan Allah. Berbahagialah kita bila memiliki anak yang sholeh.

Keempat, albiatu sholihah, yaitu lingkungan yang kondusif untuk iman kita.

Yang dimaksud dengan lingkungan yang kondusif ialah, kita boleh mengenal siapapun tetapi untuk menjadikannya sebagai sahabat karib kita, haruslah orang-orang yang mempunyai nilai tambah terhadap keimanan kita. Dalam sebuah haditsnya, Rasulullah menganjurkan kita untuk selalu bergaul dengan orang-orang yang sholeh. Orang-orang yang sholeh akan selalu mengajak kepada kebaikan dan mengingatkan kita bila kita berbuat salah. Orang-orang sholeh adalah orang-orang yang bahagia karena nikmat iman dan nikmat Islam yang selalu terpancar pada cahaya wajahnya. Insya Allah cahaya tersebut akan ikut menyinari orang-orang yang ada disekitarnya. Berbahagialah orang-orang yang selalu dikelilingi oleh orang-orang yang sholeh.

Kelima, al malul halal, atau harta yang halal.

Paradigma dalam Islam mengenai harta bukanlah banyaknya harta tetapi halalnya. Ini tidak berarti Islam tidak menyuruh umatnya untuk kaya. Dalam riwayat Imam Muslim di dalam bab sadaqoh, Rasulullah SAW pernah bertemu dengan seorang sahabat yang berdoa mengangkat tangan. "Kamu berdoa sudah bagus", kata Nabi SAW, "Namun sayang makanan, minuman dan pakaian dan tempat tinggalnya didapat secara haram, bagaimana doanya dikabulkan”. Berbahagialah menjadi orang yang hartanya halal karena doanya sangat mudah dikabulkan Allah. Harta yang halal juga akan menjauhkan setan dari hatinya, maka hatinya semakin bersih, suci dan kokoh, sehingga memberi ketenangan dalam hidupnya. Maka berbahagialah orang-orang yang selalu dengan teliti menjaga kehalalan hartanya.

Keenam, Tafakuh fi dien, atau semangat untuk memahami agama.

Semangat memahami agama diwujudkan dalam semangat memahami ilmu-ilmu agama Islam. Semakin ia belajar, maka semakin ia terangsang untuk belajar lebih jauh lagi ilmu mengenai sifat-sifat Allah dan ciptaan-Nya. Allah menjanjikan nikmat bagi umat-Nya yang menuntut ilmu, semakin ia belajar semakin cinta ia kepada agamanya, semakin tinggi cintanya kepada Allah dan rasul-Nya. Cinta inilah yang akan memberi cahaya bagi hatinya. Semangat memahami agama akan meng ”hidup” kan hatinya, hati yang “hidup” adalah hati yang selalu dipenuhi cahaya nikmat Islam dan nikmat iman. Maka berbahagialah orang yang penuh semangat memahami ilmu agama Islam.

Ketujuh, yaitu umur yang baroqah.

Umur yang baroqah itu artinya umur yang semakin tua semakin sholeh, yang setiap detiknya diisi dengan amal ibadah. Seseorang yang mengisi hidupnya untuk kebahagiaan dunia semata, maka hari tuanya akan diisi dengan banyak bernostalgia (berangan-angan) tentang masa mudanya, iapun cenderung kecewa dengan ketuaannya (post-power syndrome). Disamping itu pikirannya terfokus pada bagaimana caranya menikmati sisa hidupnya, maka iapun sibuk berangan-angan terhadap kenikmatan dunia yang belum ia sempat rasakan, hatinya kecewa bila ia tidak mampu menikmati kenikmatan yang diangankannya. Sedangkan orang yang mengisi umurnya dengan banyak mempersiapkan diri untuk akhirat (melalui amal ibadah) maka semakin tua semakin rindu ia untuk bertemu dengan Sang Penciptanya. Hari tuanya diisi dengan bermesraan dengan Sang Maha Pengasih. Tidak ada rasa takutnya untuk meninggalkan dunia ini, bahkan ia penuh harap untuk segera merasakan keindahan alam kehidupan berikutnya seperti yang dijanjikan Allah. Inilah semangat “hidup” orang-orang yang baroqah umurnya, maka berbahagialah orang-orang yang umurnya baroqah.

Demikianlah pesan-pesan dari Ibnu Abbas ra. mengenai 7 indikator kebahagiaan dunia.

Bagaimana caranya agar kita dikaruniakan Allah ke tujuh buah indikator kebahagiaan dunia tersebut ? Selain usaha keras kita untuk memperbaiki diri, maka mohonlah kepada Allah SWT dengan sesering dan se-khusyu’ mungkin membaca doa ‘sapu jagat’ , yaitu doa yang paling sering dibaca oleh Rasulullah SAW. Dimana baris pertama doa tersebut “Rabbanaa aatina fid dun-yaa hasanaw” (yang artinya “Ya Allah karuniakanlah aku kebahagiaan dunia ”), mempunyai makna bahwa kita sedang meminta kepada Allah ke tujuh indikator kebahagiaan dunia yang disebutkan Ibnu Abbas ra, yaitu hati yang selalu syukur, pasangan hidup yang soleh, anak yang soleh, teman-teman atau lingkungan yang soleh, harta yang halal, semangat untuk memahami ajaran agama, dan umur yang baroqah.

Walaupun kita akui sulit mendapatkan ketujuh hal itu ada di dalam genggaman kita, setidak-tidaknya kalau kita mendapat sebagian saja sudah patut kita syukuri.

Sedangkan mengenai kelanjutan doa sapu jagat tersebut yaitu “wa fil aakhirati hasanaw” (yang artinya “dan juga kebahagiaan akhirat”), untuk memperolehnya hanyalah dengan rahmat Allah. Kebahagiaan akhirat itu bukan surga tetapi rahmat Allah, kasih sayang Allah. Surga itu hanyalah sebagian kecil dari rahmat Allah, kita masuk surga bukan karena amal soleh kita, tetapi karena rahmat Allah.

Amal soleh yang kita lakukan sepanjang hidup kita (walau setiap hari puasa dan sholat malam) tidaklah cukup untuk mendapatkan tiket masuk surga. Amal soleh sesempurna apapun yang kita lakukan seumur hidup kita tidaklah sebanding dengan nikmat surga yang dijanjikan Allah.

Kata Nabi SAW, “Amal soleh yang kalian lakukan tidak bisa memasukkan kalian ke surga”. Lalu para sahabat bertanya: “Bagaimana dengan Engkau ya Rasulullah ?”. Jawab Rasulullah SAW : “Amal soleh saya pun juga tidak cukup”. Lalu para sahabat kembali bertanya : “Kalau begitu dengan apa kita masuk surga?”. Nabi SAW kembali menjawab : “Kita dapat masuk surga hanya karena rahmat dan kebaikan Allah semata”.

Jadi sholat kita, puasa kita, taqarub kita kepada Allah sebenarnya bukan untuk surga tetapi untuk mendapatkan rahmat Allah. Dengan rahmat Allah itulah kita mendapatkan surga Allah (Insya Allah, Amiin).


(Sumber tulisan: ceramah Ustad Aam Aminudin, Lc. di Sapporo, Jepang, disarikan secara bebas oleh Sdr. Asep Tata Permana, sedikit diedit oleh Penjaga Kebun Hikmah)

Read More......

Senin, 23 Maret 2009

Detik Terakhir Kehidupan Rasulullah SAW

Dari Ibnu Mas’ud ra bahawasanya Rasulullah SAW bersabda:
"Ajalku hampir tiba, dan akan pindah ke hadhrat Allah, ke Sidratulmuntaha dan ke Jannatul Makwa serta ke Arsyila’la.”

Kami bertanya lagi: “Siapakah yang akan memandikan baginda ya Rasulullah? Rasulullah menjawab: Salah seorang ahli baitku.

Kami bertanya: Bagaimana nanti kami mengafani baginda ya Rasulullah?

Baginda menjawab: “Dengan bajuku ini atau pakaian Yamaniyah.”

Kami bertanya: “Siapakah yang mensolatkan baginda di antara kami?” Kami menangis dan Rasulullah SAW pun turut menangis.

Kemudian baginda bersabda: “Tenanglah, semoga Allah mengampuni kamu semua. Apabila kamu semua telah memandikan dan mengafaniku, maka letaklah aku di atas tempat tidurku, di dalam rumahku ini, di tepi liang kuburku, kemudian keluarlah kamu semua dari sisiku. Maka yang pertama-tama mensholatkan aku adalah sahabatku Jibril as. Kemudian Mikail, kemudian Israfil kemudian Malaikat Izrail (Malaikat Maut) beserta bala tenteranya. Kemudian masuklah kalian dengan sebaik-baiknya. Dan hendaklah yang mula sholat adalah kaum lelaki dari pihak keluargaku, kemudian yang wanita-wanitanya, dan kemudian kamu sekalian.”


Sehari menjelang baginda wafat yaitu pada hari Ahad, penyakit baginda semakin bertambah serius. Pada hari itu, setelah Bilal bin Rabah selesai mengumandangkan azannya, ia berdiri di depan pintu rumah Rasulullah, kemudian memberi salam:

“Assalamualaikum ya Rasulullah?” Kemudian ia berkata lagi “Assholah yarhamukallah.”

Kemudian Rasulullah SAW memanggil Ali bin Abi Thalib dan Abbas ra, sambil dibimbing oleh mereka berdua, maka baginda berjalan menuju ke masjid. Baginda sholat dua rakaat, setelah itu baginda melihat kepada orang ramai dan bersabda: “Ya ma’aasyiral Muslimin, kamu semua berada dalam pemeliharaan dan perlindungan Allah, sesungguhnya Dia adalah penggantiku atas kamu semua setelah aku tiada. Aku berwasiat kepada kamu semua agar bertakwa kepada Allah SWT, kerana aku akan meninggalkan dunia yang fana ini. Hari ini adalah hari pertamaku memasuki alam akhirat, dan sebagai hari terakhirku berada di alam dunia ini.”

Malaikat Maut Datang Bertamu
Pada esoknya, yaitu Senin, Allah mewahyukan kepada Malaikat Maut supaya ia turun menemui Rasulullah SAW dengan berpakaian sebaik-baiknya. Dan Allah menyuruh kepada Malaikat Maut mencabut nyawa Rasulullah SAW dengan lemah lembut. Seandainya Rasulullah menyuruhnya masuk, maka ia dibolehkan masuk, namun jika Rasulullah SAW tidak mengizinkannya, ia tidak boleh masuk, dan hendaklah ia kembali saja.

Maka turunlah Malaikat Maut untuk menunaikan perintah Allah SWT. Ia menyamar sebagai seorang biasa. Setelah sampai di depan pintu tempat kediaman Rasulullah SAW, Malaikat Maut itupun berkata: “Assalamualaikum Wahai ahli rumah kenabian, sumber wahyu dan risalah!” Siti Fatimah pun keluar menemuinya dan berkata kepada tamunya itu: “Maafkanlah, ayahku sedang demam”, kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian ia kembali menemani ayahnya,

Kemudian Malaikat Maut itu memberi salam lagi: “Assalamualaikum. Bolehkah saya masuk?” Akhirnya Rasulullah SAW mendengar suara Malaikat Maut itu, lalu baginda bertanya kepada puterinya Fatimah: “Siapakah itu wahai anakku?” Fatimah menjawab: “Seorang lelaki, sepertinya baru sekali ini saya melihatnya,” tutur Fatimah lembut.

Rasulullah SAW bersabda: “Tahukah kamu siapakah dia, wahai anakku?” Fatimah menjawab: “Tidak wahai Rasulullah.” Lalu Rasulullah SAW menjelaskan sambil menatap wajah anaknya, seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang “Wahai Fatimah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut.” Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya.

Kemudian Rasulullah SAW bersabda: “Masuklah, Wahai Malaikat Maut. Maka masuklah Malaikat Maut itu sambil mengucapkan ‘Assalamualaika ya Rasulullah.” Rasulullah SAW pun menjawab: Waalaikassalam Ya Malaikat Maut. Engkau datang untuk berziarah atau untuk mencabut nyawaku?”

Malaikat Maut menjawab: “Saya datang untuk ziarah sekaligus mencabut nyawa. Jika anda izinkan akan saya lakukan, kalau tidak, saya akan pulang.

Rasulullah SAW bertanya: “Wahai Malaikat Maut, di mana engkau tinggalkan kecintaanku Jibril? “Saya tinggal dia di langit dunia” Jawab Malaikat Maut.

Baru saja Malaikat Maut selesai bicara, tiba-tiba Jibril as datang kemudian duduk di samping Rasulullah SAW. Maka bersabdalah Rasulullah SAW: “Wahai Jibril, tidakkah engkau mengetahui bahawa ajalku telah dekat? Jibril menjawab: Ya, Wahai kekasih Allah.”

Ketika Sakaratul Maut Tiba
Seterusnya Rasulullah SAW bersabda: “Beritahu kepadaku Wahai Jibril, apakah yang telah disediakan Allah untukku di sisinya? Jibril pun menjawab; “Bahawasanya pintu-pintu langit telah dibuka, sedangkan malaikat-malaikat telah berbaris untuk menyambut rohmu.”

Rasulullah SAW bersabda: “Segala puji dan syukur bagi Tuhanku. Wahai Jibril, apa lagi yang telah disediakan Allah untukku? Jibril menjawab lagi: Bahawasanya pintu-pintu Syurga telah dibuka, dan bidadari-bidadari telah berhias, sungai-sungai telah mengalir, dan buah-buahnya telah ranum, semuanya menanti kedatangan rohmu.”

Rasulullah SAW bersabda lagi: “Segala puji dan syukur untuk Tuhanku. Beritahu lagi wahai Jibril, apa lagi yang di sediakan Allah untukku? Jibril menjawab: Aku memberikan berita gembira untuk anda wahai kekasih Allah. Engkaulah yang pertama-tama diizinkan sebagai pemberi syafaat pada hari kiamat nanti.”

Kemudian Rasulullah SAW bersabda: “Segala puji dan syukur, aku panjatkan untuk Tuhanku. Wahai Jibril beritahu kepadaku lagi tentang khabar yang menggembirakan aku?”

Jibril as bertanya: “Wahai kekasih Allah, apa sebenarnya yang ingin tuan tanyakan? Rasulullah SAW menjawab: “Tentang kegelisahanku, apakah yang akan diperolehi oleh orang-orang yang membaca Al-Quran sesudahku? Apakah yang akan diperolehi orang-orang yang berpuasa pada bulan Ramadhan sesudahku? Apakah yang akan diperolehi orang-orang yang berziarah ke Baitul Haram sesudahku?”

Jibril menjawab: “Saya membawa khabar gembira untuk baginda. Sesungguhnya Allah telah berfirman: Aku telah mengharamkan Syurga bagi semua Nabi dan umat, sampai engkau (Muhammad) dan umatmu memasukinya terlebih dahulu.”

Maka berkatalah Rasulullah SAW: “Sekarang, tenanglah hati dan perasaanku. Wahai Malaikat Maut dekatlah kepadaku” Lalu Malaikat Maut pun berada dekat Rasulullah SAW.

Imam Ali kw, bertanya: “Wahai Rasulullah SAW, siapakah yang akan memandikan anda dan siapakah yang akan mengafaninya? Rasulullah menjawab: Adapun yang memandikan aku adalah engkau wahai Ali, sedangkan Ibnu Abbas menyiramkan airnya dan Jibril akan membawa hanuth (minyak wangi) dari dalam Syurga.

Kemudian Malaikat Maut pun mulai mencabut nyawa Rasulullah. Ketika roh baginda sampai di pusat perut, baginda berkata: “Wahai Jibril, alangkah pedihnya maut.”

Mendengar ucapan Rasulullah itu, Fatimah terpejam, Ali yang disampingnya menunduk semakin dalam, Jibril as memalingkan mukanya. Lalu Rasulullah SAW bertanya: “Wahai Jibril, apakah engkau tidak suka memandang mukaku? Jibril menjawab: Wahai kekasih Allah, siapakah yang sanggup melihat muka baginda, sedangkan baginda sedang merasakan sakitnya maut?”

Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik, kerana sakit yang tidak tertahankan lagi. “Ya Allah, dahsyat nian maut ini,timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku. “Badan Rasulullah mulai dingin , kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya : “Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku” “peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu.”

Diluar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.“Ummatii,ummatii, ummatiii” - “Umatku, umatku, umatku”
Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu. Kini, mampukah kita mencintai sepertinya? Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa alih wasalam. Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.

Read More......

Selasa, 17 Maret 2009

Pudarnya Pesona Cleopatra

Dengan panjang lebar ibu menjelaskan, sebenarnya sejak ada dalam kandungan aku telah dijodohkan dengan Raihana yang tak pernah kukenal. “Ibunya Raihana adalah teman karib ibu waktu nyantri di pesantren Mangkuyudan Solo dulu,” kata ibu.

“Kami pernah berjanji, jika dikarunia anak berlainan jenis akan besanan untuk memperteguh tali persaudaraan. Karena itu ibu mohon keikhlasanmu,” ucap beliau dengan nada mengiba.

Dalam pergulatan jiwa yang sulit berhari-hari, akhirnya aku pasrah. Aku menuruti keinginan ibu. Aku tak mau mengecewakan ibu. Aku ingin menjadi mentari pagi di hatinya, meskipun untuk itu aku harus mengorbankan diriku.

Dengan hati pahit kuserahkan semuanya bulat-bulat pada ibu. Meskipun sesungguhnya dalam hatiku timbul kecemasan-kecemasan yang datang begitu saja dan tidak tahu alasannya. Yang jelas aku sudah punya kriteria dan impian tersendiri untuk calon istriku. Aku tidak bisa berbuat apa-apa berhadapan dengan air mata ibu yang amat kucintai. Saat khitbah (lamaran) sekilas kutatap wajah Raihana, benar kata Aida adikku, ia memang baby face dan anggun. Namun garis-garis kecantikan yang kuinginkan tak kutemukan sama sekali.

Adikku, tante Lia mengakui Raihana cantik, “Cantiknya alami, bisa jadi bintang iklan Lux lho, asli !” kata tante Lia. Tapi penilaianku lain, mungkin karena aku begitu hanyut dengan gadis-gadis Mesir titisan Cleopatra, yang tinggi semampai, wajahnya putih jelita, dengan hidung melengkung indah, mata bulat bening khas Arab, dan bibir yang merah. Di hari-hari menjelang pernikahanku, aku berusaha menumbuhkan bibit-bibit cintaku untuk calon istriku, tetapi usahaku selalu sia-sia.

Aku ingin memberontak pada ibuku, tetapi wajah teduhnya meluluhkanku. Hari pernikahan datang. Duduk di pelaminan bagai mayat hidup, hati hampa tanpa cinta, Pestapun meriah dengan empat group rebana. Lantunan shalawat Nabipun terasa menusuk-nusuk hati. Kulihat Raihana tersenyum manis, tetapi hatiku terasa teriris-iris dan jiwaku meronta. Satu-satunya harapanku adalah mendapat berkah dari Allah SWT atas baktiku pada ibuku yang kucintai. Rabbighfir li wa liwalidayya!

Layaknya pengantin baru, kupaksakan untuk mesra tapi bukan cinta, hanya sekedar karena aku seorang manusia yang terbiasa membaca ayat-ayatNya. Raihana tersenyum mengembang, hatiku menangisi kebohonganku dan kepura-puraanku.

***
Tepat dua bulan Raihana kubawa ke kontrakan dipinggir kota Malang. Mulailah kehidupan hampa. Aku tak menemukan adanya gairah. Betapa susah hidup berkeluarga tanpa cinta. Makan, minum, tidur, dan shalat bersama dengan makhluk yang bernama Raihana, istriku, tapi Masya Allah bibit cintaku belum juga tumbuh. Suaranya yang lembut terasa hambar, wajahnya yang teduh tetap terasa asing.

Memasuki bulan keempat, rasa muak hidup bersama Raihana mulai kurasakan, rasa ini muncul begitu saja. Aku mencoba membuang jauh-jauh rasa tidak baik ini, apalagi pada istri sendiri yang seharusnya kusayang dan kucintai. Sikapku pada Raihana mulai lain. Aku lebih banyak diam, acuh tak acuh, agak sinis, dan tidur pun lebih banyak di ruang tamu atau ruang kerja. Aku merasa hidupku ada lah sia-sia, belajar di luar negeri sia-sia, pernikahanku sia-sia, keberadaanku sia-sia.

Tidak hanya aku yang tersiksa, Raihanapun merasakan hal yang sama, karena ia orang yang berpendidikan, maka diapun tanya, tetapi kujawab, “tidak apa-apa koq mbak, mungkin aku belum dewasa, mungkin masih harus belajar berumah tangga.”

Ada kekagetan yang kutangkap di wajah Raihana ketika kupanggil ‘mbak’, “Kenapa Mas memanggilku mbak, aku kan istrimu, apa Mas sudah tidak mencintaiku,” tanyanya dengan guratan wajah yang sedih.

“Wallahu a’lam,” jawabku sekenanya. Dengan mata berkaca-kaca Raihana diam menunduk, tak lama kemudian dia terisak-isak sambil memeluk kakiku, “Kalau Mas tidak mencintaiku, tidak menerimaku sebagai istri, kenapa Mas ucapkan akad nikah?”

“Kalau dalam tingkahku melayani Mas masih ada yang kurang berkenan, kenapa Mas tidak bilang dan menegurnya, kenapa Mas diam saja, aku harus bersikap bagaimana untuk membahagiakan Mas, kumohon bukalah sedikit hatimu untuk menjadi ruang bagi pengabdianku, bagi menyempurnakan ibadahku di dunia ini,” Raihana mengiba penuh pasrah.

Aku menangis menitikkan air mata, bukan karena Raihana tetapi karena kepatunganku. Hari terus berjalan, tetapi komunikasi kami tidak berjalan. Kami hidup seperti orang asing tetapi Raihana tetap melayaniku, menyiapkan segalanya untukku.

***
Suatu sore aku pulang mengajar dan kehujanan, sampai di rumah habis maghrib, bibirku pucat, perutku belum kemasukkan apa-apa kecuali segelas kopi buatan Raihana tadi pagi. Memang aku berangkat pagi karena ada janji dengan teman. Raihana memandangiku dengan khawatir.

“Mas tidak apa-apa,” tanyanya dengan perasaan kuatir. “Mas mandi dengan air panas saja, aku sedang menggodoknya, lima menit lagi mendidih,” lanjutnya. Aku melepas semua pakaian yang basah. ”Mas airnya sudah siap,” kata Raihana. Aku tak bicara sepatah katapun, aku langsung ke kamar mandi, aku lupa membawa handuk, tetapi Raihana telah berdiri di depan pintu membawa handuk. ”Mas aku buatkan wedang jahe.” Aku diam saja. Aku merasa mulas dan mual dalam perutku tak bisa kutahan.

Dengan cepat aku berlari ke kamar mandi dan Raihana mengejarku dan memijit-mijit pundak dan tengkukku seperti yang dilakukan ibu. “Mas masuk angin. Biasanya kalau masuk angin diobati pakai apa, pakai balsam, minyak putih, atau jamu?” tanya Raihana sambil menuntunku ke kamar. ”Mas jangan diam saja dong, aku kan tidak tahu apa yang harus kulakukan untuk membantu Mas”.

“Biasanya dikerokin,” jawabku lirih. “Kalau begitu kaos mas dilepas ya, biar Hana kerokin,” sahut Raihana sambil tangannya melepas kaosku. Aku seperti anak kecil yang dimanja ibunya. Raihana dengan sabar mengeroki punggungku dengan sentuhan tangannya yang halus.

Setelah selesai dikerokin, Raihana membawakanku semangkok bubur kacang hijau. Setelah itu aku merebahkan diri di tempat tidur. Kulihat Raihana duduk di kursi tak jauh dari tempat tidur sambil menghafal Al Quran dengan khusyu. Aku kembali sedih dan ingin menangis, Raihana manis tapi tak semanis gadis-gadis Mesir titisan Cleopatra.

Dalam tidur aku bermimpi bertemu dengan Cleopatra, ia mengundangku untuk makan malam di istananya. “Aku punya keponakan namanya Mona Zaki, nanti akan aku perkenalkan denganmu,” kata Ratu Cleopatra. “Dia memintaku untuk mencarikannya seorang pangeran, aku melihatmu cocok dan berniat memperkenalkannya denganmu.” Aku mempersiapkan segalanya. Tepat pukul 07.00 aku datang ke istana, kulihat Mona Zaki dengan pakaian pengantinnya, cantik sekali. Sang ratu mempersilakan aku duduk di kursi yang berhias berlian.

Aku melangkah maju, belum sempat duduk, tiba-tiba “Mas, bangun, sudah jam setengah empat, mas belum sholat Isya,” kata Raihana membangunkanku. Aku terbangun dengan perasaan kecewa. “Maafkan aku Mas, membuat Mas kurang suka, tetapi Mas belum sholat Isya,” lirih Hana sambil melepas mukenanya, mungkin dia baru selesai sholat malam.

Meskipun cuman mimpi tapi itu indah sekali, tapi sayang terputus. Aku jadi semakin tidak suka sama dia, dialah pemutus harapanku dan mimpi-mimpiku. Tapi apakah dia bersalah, bukankah dia berbuat baik membangunkanku untuk sholat Isya.

Selanjutnya aku merasa sulit hidup bersama Raihana, aku tidak tahu dari mana sulitnya. Rasa tidak suka semakin menjadi-jadi. Aku benar-benar terpenjara dalam suasana konyol. Aku belum bisa menyukai Raihana. Aku sendiri belum pernah jatuh cinta, entah kenapa bisa dijajah pesona gadis-gadis titisan Cleopatra.

***
“Mas, nanti sore ada acara aqiqah di rumah Yu Imah. Semua keluarga akan datang termasuk ibundamu. Kita diundang juga. Yuk, kita datang bareng, tidak enak kalau kita yang dieluk-elukan keluarga tidak datang,” suara lembut Raihana menyadarkan pengembaraanku pada Jaman Ibnu Hazm. Pelan-pelan ia letakkan nampan yang berisi onde-onde kesukaanku dan segelas wedang jahe.

Tangannya yang halus agak gemetar. Aku dingin-dingin saja. “Maaf..maaf jika mengganggu Mas, maafkan Hana,” lirihnya, lalu perlahan-lahan beranjak meninggalkan aku di ruang kerja. “Mbak! Eh maaf, maksudku D..Din..Dinda Hana!,” panggilku dengan suara parau tercekak dalam tenggorokan.

“Ya Mas!” sahut Hana langsung menghentikan langkahnya dan pelan-pelan menghadapkan dirinya padaku. Ia berusaha untuk tersenyum, agaknya ia bahagia dipanggil ‘dinda’. Matanya sedikit berbinar. “Te..terima kasih Di..dinda, kita berangkat bareng kesana, habis sholat dhuhur, insya Allah,” ucapku sambil menatap wajah Hana dengan senyum yang kupaksakan.

Raihana menatapku dengan wajah sangat cerah, ada secercah senyum bersinar di bibirnya. “Terima kasih Mas, Ibu kita pasti senang, mau pakai baju yang mana Mas, biar dinda siapkan? Atau biar dinda saja yang memilihkan ya?” Hana begitu bahagia.

Perempuan berjilbab ini memang luar biasa, Ia tetap sabar mencurahkan bakti meskipun aku dingin dan acuh tak acuh padanya selama ini. Aku belum pernah melihatnya memasang wajah masam atau tidak suka padaku. Kalau wajah sedihnya ya. Tapi wajah tidak sukanya belum pernah.

Bah, lelaki macam apa aku ini, kutukku pada diriku sendiri. Aku memaki-maki diriku sendiri atas sikap dinginku selama ini. Tapi, setetes embun cinta yang kuharapkan membasahi hatiku tak juga turun. Kecantikan aura titisan Cleopatra itu? Bagaimana aku mengusirnya. Aku merasa menjadi orang yang paling membenci diriku sendiri di dunia ini.

Acara pengajian dan aqiqah putra ketiga Fatimah kakak sulung Raihana membawa sejarah baru lembaran pernikahan kami. Benar dugaan Raihana, kami dielu-elukan keluarga, disambut hangat, penuh cinta, dan penuh bangga. “Selamat datang pengantin baru! Selamat datang pasangan yang paling ideal dalam keluarga!” sambut Yu Imah disambut tepuk tangan bahagia mertua dan bundaku serta kerabat yang lain. Wajah Raihana cerah. Matanya berbinar-binar bahagia. Lain dengan aku, dalam hatiku menangis disebut pasangan ideal.

Apanya yang ideal. Apa karena aku lulusan Mesir dan Raihana lulusan terbaik di kampusnya dan hafal al-Quran lantas disebut ideal? Ideal bagiku adalah seperti Ibnu Hazm dan istrinya, saling memiliki rasa cinta yang sampai pada pengorbanan satu sama lain. Rasa cinta yang tidak lagi memungkinkan adanya pengkhianatan. Rasa cinta yang dari detik ke detik meneteskan rasa bahagia.

Tapi diriku? Aku belum bisa memiliki cinta seperti yang dimiliki Raihana.

Sambutan sanak saudara pada kami benar-benar hangat. Aku dibuat kaget oleh sikap Raihana yang begitu kuat menjaga kewibawaanku di mata keluarga. Pada ibuku dan semuanya tidak pernah diceritakan, kecuali menyanjung kebaikanku sebagai seorang suami yang dicintainya. Bahkan ia mengaku bangga dan bahagia menjadi istriku. Aku sendiri dibuat pusing dengan sikapku.

Lebih pusing lagi sikap ibuku dan mertuaku yang menyindir tentang keturunan. “Sudah satu tahun putra sulungku menikah, koq belum ada tanda-tandanya ya, padahal aku ingin sekali menimang cucu,” kata ibuku. “Insya Allah tak lama lagi, ibu akan menimang cucu, doakanlah kami. Bukankah begitu, Mas?” sahut Raihana sambil menyikut lenganku, aku tergagap dan mengangguk sekenanya.

Setelah peristiwa itu, aku mencoba bersikap bersahabat dengan Raihana. Aku berpura-pura kembali mesra dengannya, sebagai suami betulan. Jujur, aku hanya pura-pura. Sebab bukan atas dasar cinta, dan bukan kehendakku sendiri aku melakukannya, ini semua demi ibuku. Allah Maha Kuasa. Kepura-puraanku memuliakan Raihana sebagai seorang istri. Raihana hamil. Ia semakin manis.

Keluarga bersuka cita semua. Namun hatiku menangis karena cinta tak kunjung tiba. Tuhan kasihanilah hamba, datangkanlah cinta itu segera. Sejak itu aku semakin sedih sehingga Raihana yang sedang hamil tidak kuperhatikan lagi. Setiap saat nuraniku bertanya, “Mana tanggung jawabmu!” Aku hanya diam dan mendesah sedih. “Entahlah, betapa sulit aku menemukan cinta,” gumamku.

Dan akhirnya datanglah hari itu, usia kehamilan Raihana memasuki bulan ke enam. Raihana minta ijin untuk tinggal bersama orang tuanya dengan alasan kesehatan. Kukabulkan permintaanya dan kuantarkan dia ke rumahnya.

Karena rumah mertua jauh dari kampus tempat aku mengajar, mertuaku tak menaruh curiga ketika aku harus tetap tinggal di kontrakan. Ketika aku pamitan, Raihana berpesan, “Mas, untuk menambah biaya kelahiran anak kita, tolong nanti cairkan tabunganku yang ada di ATM. Aku taruh di bawah bantal, nomor pin-nya sama dengan tanggal pernikahan kita.”

Setelah Raihana tinggal bersama ibunya, aku sedikit lega. Setiap hari aku tidak bertemu dengan orang yang membuatku tidak nyaman. Entah apa sebabnya bisa demikian. Hanya saja aku sedikit repot, harus menyiapkan segalanya. Tapi toh bukan masalah bagiku, karena aku sudah terbiasa saat kuliah di Mesir.

Waktu terus berjalan, dan aku merasa enjoy tanpa Raihana. Suatu saat aku pulang kehujanan. Sampai rumah hari sudah petang, aku merasa tubuhku benar-benar lemas. Aku muntah-muntah, menggigil, kepala pusing dan perut mual. Saat itu terlintas di hati andaikan ada Raihana, dia pasti telah menyiapkan air panas, bubur kacang hijau, membantu mengobati masuk angin dengan mengeroki punggungku, lalu menyuruhku istirahat dan menutupi tubuhku dengan selimut.

Malam itu aku benar-benar tersiksa dan menderita. Aku terbangun jam enam pagi. Badan sudah segar. Tapi ada penyesalan dalam hati, aku belum sholat Isya dan terlambat sholat subuh. Baru sedikit terasa, andaikan ada Raihana tentu aku ngak meninggalkan sholat Isya, dan tidak terlambat sholat subuh.

Lintasan Raihana hilang seiring keberangkatan mengajar di kampus. Apalagi aku mendapat tugas dari universitas untuk mengikuti pelatihan mutu dosen mata kuliah bahasa Arab. Diantaranya tutornya adalah professor bahasa Arab dari Mesir. Aku jadi banyak berbincang dengan beliau tentang Mesir.

Dalam pelatihan aku juga berkenalan dengan Pak Qalyubi, seorang dosen bahasa Arab dari Medan. Dia menempuh S1-nya di Mesir. Dia menceritakan satu pengalaman hidup yang menurutnya pahit dan terlanjur dijalani. ”Apakah kamu sudah menikah?” kata Pak Qalyubi.

“Alhamdulillah, sudah,” jawabku.

“Dengan orang mana?”.

“Orang Jawa.”

“Pasti orang yang baik ya. Iya kan? Biasanya pulang dari Mesir banyak saudara yang menawarkan untuk menikah dengan perempuan shalehah. Paling tidak santriwati, lulusan pesantren. Istrimu dari pesantren?”.

“Pernah, alhamdulillah dia sarjana dan hafal Al Quran”.

“Kau sangat beruntung, tidak sepertiku.”

“Kenapa dengan Bapak?” “Aku melakukan langkah yang salah, seandainya aku tidak menikah dengan orang Mesir itu, tentu batinku tidak merana seperti sekarang”.

“Bagaimana itu bisa terjadi?.”

“Kamu tentu tahu kan gadis Mesir itu cantik-cantik, dan karena terpesona dengan kecantikanya saya menderita seperti ini. Ceritanya begini, saya seorang anak tunggal dari seorang yang kaya, saya berangkat ke Mesir dengan biaya orang tua. Di sana saya bersama kakak kelas namanya Fadhil, orang Medan juga. Seiring dengan berjalannya waktu, tahun pertama saya lulus dengan predikat jayyid, predikat yang cukup sulit bagi pelajar dari Indonesia.

Demikian juga dengan tahun kedua. Karena prestasi saya, tuan rumah tempat saya tinggal menyukai saya. Saya dikenalkan dengan anak gadisnya yang bernama Yasmin. Dia tidak pakai jilbab. Pada pandangan pertama saya jatuh cinta, saya belum pernah melihat gadis secantik itu. Saya bersumpah tidak akan menikah dengan siapapun kecuali dia. Ternyata perasaan saya tidak bertepuk sebelah tangan. Kisah cinta saya didengar oleh Fadhil. Fadhil membuat garis tegas, akhiri hubungan dengan anak tuan rumah itu atau sekalian lanjutkan dengan menikahinya. Saya memilih yang kedua.

Ketika saya menikahi Yasmin, banyak teman-teman yang memberi masukan begini, sama-sama menikah dengan gadis Mesir, kenapa tidak mencari mahasiswi Al-Azhar yang hafal al-Quran, salehah, dan berjilbab. Itu lebih selamat dari pada dengan Yasmin yang awam pengetahuan agamanya. Tetapi saya tetap teguh untuk menikahinya. Dengan biaya yang tinggi saya berhasil menikahi Yasmin.

Yasmin menuntut diberi sesuatu yang lebih dari gadis Mesir. Perabot rumah yang mewah, menginap di hotel berbintang. Begitu selesai S-1 saya kembali ke Medan, saya minta agar asset yang di Mesir dijual untuk modal di Indonesia. Kami langsung membeli rumah yang cukup mewah di kota Medan.

Tahun-tahun pertama hidup kami berjalan baik, setiap tahunnya Yasmin mengajak ke Mesir menengok orang tuanya. Aku masih bisa memenuhi semua yang diinginkan Yasmin. Hidup terus berjalan, biaya hidup semakin nambah, anak kami yang ketiga lahir, tetapi pemasukan tidak bertambah. Saya minta Yasmin untuk berhemat. Tidak setiap tahun tetapi tiga tahun sekali, Yasmin tidak bisa.

Aku mati-matian berbisnis, demi keinginan Yasmin dan anak-anak terpenuhi. Sawah terakhir milik Ayah saya jual untuk modal. Dalam diri saya mulai muncul penyesalan. Setiap kali saya melihat teman-teman alumni Mesir yang hidup dengan tenang dan damai dengan istrinya. Bisa mengamalkan ilmu dan bisa berdakwah dengan baik. Dicintai masyarakat. Saya tidak mendapatkan apa yang mereka dapatkan. Jika saya pengin rending, saya harus ke warung. Yasmin tidak mau tahu dengan masakan Indonesia.

Kau tahu sendiri, gadis Mesir biasanya memanggil suaminya dengan namanya. Jika ada sedikit letupan, maka rumah seperti neraka. Puncak penderitaan saya dimulai setahun yang lalu. Usaha saya bangkrut, saya minta Yasmin untuk menjual perhiasannya, tetapi dia tidak mau. Dia malah membandingkan dirinya yang hidup serba kurang dengan sepupunya. Sepupunya mendapat suami orang Mesir.

Saya menyesal meletakkan kecantikan diatas segalanya. Saya telah diperbudak dengan kecantikannya. Mengetahui keadaan saya yang terjepit, ayah dan ibu mengalah. Mereka menjual rumah dan tanah, yang akhirnya mereka tinggal di ruko yang kecil dan sempit. Batin saya menangis. Mereka berharap modal itu cukup untuk merintis bisnis saya yang bangkrut. Bisnis saya mulai bangkit, Yasmin mulai berulah, dia mengajak ke Mesir. Waktu di Mesir itulah puncak tragedi yang menyakitkan. “Aku menyesal menikah dengan orang Indonesia, aku minta kau ceraikan aku, aku tidak bisa bahagia kecuali dengan lelaki Mesir.”

Kata Yasmin yang bagaikan geledek menyambar. Lalu tanpa dosa dia bercerita bahwa tadi di KBRI dia bertemu dengan temannya. Teman lamanya itu sudah jadi bisnisman, dan istrinya sudah meninggal.

Yasmin diajak makan siang, dan dilanjutkan dengan perselingkuhan. Aku pukul dia karena tak bisa menahan diri. Atas tindakan itu saya dilaporkan ke polisi. Yang menyakitkan adalah tak satupun keluarganya yang membelaku. Rupanya selama ini Yasmin sering mengirim surat yang berisi berita bohong.

Sejak saat itu saya mengalami depresi. Dua bulan yang lalu saya mendapat surat cerai dari Mesir sekaligus mendapat salinan surat nikah Yasmin dengan temannya. Hati saya sangat sakit, ketika si sulung menggigau meminta ibunya pulang.”

Mendengar cerita Pak Qalyubi membuatku terisak-isak. Perjalanan hidupnya menyadarkanku. Aku teringat Raihana. Perlahan wajahnya terbayang dimataku, tak terasa sudah dua bulan aku berpisah dengannya. Tiba-tiba ada kerinduan yang menyelinap dihati. Dia istri yang sangat shalehah. Tidak pernah meminta apapun. Bahkan yang keluar adalah pengabdian dan pengorbanan. Hanya karena kemurahan Allah aku mendapatkan istri seperti dia. Meskipun hatiku belum terbuka lebar, tetapi wajah Raihana telah menyala di dindingnya. Apa yang sedang dilakukan Raihana sekarang? Bagaimana kandungannya? Sudah delapan bulan. Sebentar lagi melahirkan. Aku jadi teringat pesannya. Dia ingin agar aku mencairkan tabungannya.

Pulang dari pelatihan, aku menyempatkan ke toko baju muslim, aku ingin membelikannya untuk Raihana, juga daster, dan pakaian bayi. Aku ingin memberikan kejutan, agar dia tersenyum menyambut kedatanganku. Aku tidak langsung ke rumah mertua, tetapi ke kontrakan untuk mengambil uang tabungan, yang disimpan di bawah bantal. Di bawah kasur itu kutemukan kertas merah jambu. Hatiku berdesir, darahku terkesiap. Surat cinta siapa ini, rasanya aku belum pernah membuat surat cinta untuk istriku. Jangan-jangan ini surat cinta istriku dengan lelaki lain. Gila! Jangan-jangan istriku serong.

Dengan rasa takut kubaca surat itu satu persatu. Dan Rabbi, ternyata surat-surat itu adalah ungkapan hati Raihana yang selama ini aku zhalimi. Ia menulis, betapa ia mati-matian mencintaiku, meredam rindunya akan belaianku. Ia menguatkan diri untuk menahan nestapa dan derita yang luar biasa. Hanya Allah lah tempat ia meratap melabuhkan dukanya. Dan ya Allah, ia tetap setia memanjatkan doa untuk kebaikan suaminya. Dan betapa dia ingin hadirnya cinta sejati dariku.

“Rabbi dengan penuh kesyukuran, hamba bersimpuh di hadapan-Mu. Lakal hamdu ya Rabb. Telah Kau muliakan hamba dengan al-Quran. Kalaulah bukan karena karunia-Mu yang agung ini, niscaya hamba sudah terperosok ke dalam jurang kenistaan. Ya Rabbi, curahkan tambahan kesabaran dalam diri hamba,” tulis Raihana.

Dalam akhir tulisannya Raihana berdoa, “Ya Allah inilah hamba-Mu yang kerdil penuh noda dan dosa kembali datang mengetuk pintu-Mu, melabuhkan derita jiwa ini ke hadirat-Mu. Ya Allah sudah tujuh bulan ini hamba-Mu ini hamil penuh derita dan kepayahan. Namun kenapa begitu tega suami hamba tak mempedulikanku dan menelantarkanku. Masih kurang apa rasa cinta hamba padanya. Masih kurang apa kesetiaanku padanya. Masih kurang apa baktiku padanya? Ya Allah, jika memang masih ada yang kurang, ilhamkanlah pada hamba-Mu ini cara berakhlak yang lebih mulia lagi pada suamiku.

Ya Allah, dengan rahmatMu hamba mohon jangan murkai dia karena kelalaiannya. Cukup hamba saja yang menderita. Maafkanlah dia, dengan penuh cinta hamba masih tetap menyayanginya. Ya Allah berilah hamba kekuatan untuk tetap berbakti dan memuliakannya. Ya Allah, Engkau maha Tahu bahwa hamba sangat mencintainya karena-Mu. Sampaikanlah rasa cinta ini kepadanya dengan cara-Mu. Tegurlah dia dengan teguran-Mu. Ya Allah dengarkanlah doa hamba-Mu ini. Tiada Tuhan yang layak disembah kecuali Engkau, Maha Suci Engkau.”

Tak terasa air mataku mengalir, dadaku terasa sesak oleh rasa haru yang luar biasa. Tangisku meledak. Dalam tangisku semua kebaikan Raihana terbayang. Wajahnya yang baby face dan teduh, pengorbanan dan pengabdiannya yang tiada putusnya, suaranya yang lembut, tangannya yang halus bersimpuh memeluk kakiku, semuanya terbayang mengalirkan perasaan haru dan cinta. Dalam keharuan terasa ada angin sejuk yang turun dari langit dan merasuk dalam jiwaku. Seketika itu pesona Cleopatra telah memudar berganti cinta Raihana yang datang di hati. Rasa sayang dan cinta pada Raihan tiba-tiba begitu kuat mengakar dalam hatiku. Cahaya Raihana terus berkilat-kilat di mata. Aku tiba-tiba begitu merindukannya. Segera kukejar waktu untuk membagi cintaku dengan Raihana.

Kukebut kendaraanku. Kupacu kencang seiring dengan air mataku yang menetes sepanjang jalan. Begitu sampai di halaman rumah mertua, nyaris tangisku meledak. Kutahan dengan nafas panjang dan kuusap air mataku. Melihat kedatanganku, ibu mertuaku memelukku dan menangis tersedu- sedu. Aku jadi heran dan ikut menangis.

“Mana Raihana Bu?”. Ibu mertua hanya menangis dan menangis. Aku terus bertanya apa

sebenarnya yang telah terjadi.

“Raihana…, istrimu….istrimu dan anakmu yang di kandungnya”.

“Ada apa dengan dia?”

“Dia telah tiada.”

“Ibu berkata apa!”

“Istrimu telah meninggal seminggu yang lalu. Dia terjatuh di kamar mandi. Kami membawanya ke rumah sakit. Dia dan bayinya tidak selamat. Sebelum meninggal, dia berpesan untuk memintakan maaf atas segala kekurangan dan kekhilafannya selama menyertaimu. Dia meminta maaf karena tidak bisa membuatmu bahagia. Dia meminta maaf telah dengan tidak sengaja membuatmu menderita. Dia minta kau meridhionya”. Hatiku bergetar hebat. “Kenapa ibu tidak memberi kabar padaku?”.

“Ketika Raihana di bawa ke rumah sakit, aku telah mengutus seseorang untuk menjemputmu di rumah kontrakan, tapi kamu tidak ada. Dihubungi ke kampus katanya kamu sedang mengikuti pelatihan. Kami tidak ingin mengganggumu. Apalagi Raihana berpesan agar kami tidak mengganggu ketenanganmu selama pelatihan. Dan ketika Raihana meninggal kami sangat sedih, jadi maafkanlah kami.”

Aku menangis tersedu-sedu. Hatiku pilu. Jiwaku remuk. Ketika aku merasakan cinta Raihana, dia telah tiada. Ketika aku ingin menebus dosaku, dia telah meninggalkanku. Ketika aku ingin memuliakannya dia telah tiada. Dia telah meninggalkan aku tanpa memberi kesempatan padaku untuk sekedar minta maaf dan tersenyum padanya. Tuhan telah menghukumku dengan penyesalan dan perasaan bersalah tiada terkira. Ibu mertua mengajakku ke sebuah gundukan tanah yang masih baru di kuburan pinggir desa. Di atas gundukan itu ada dua buah batu nisan. Nama dan hari wafat Raihana tertulis disana. Aku tak kuat menahan rasa cinta, haru, rindu dan penyesalan yang luar biasa. Aku ingin Raihana hidup kembali. Dunia tiba-tiba gelap semua.

-----------------------------------
Potongan dari Novel: Habiburrahman El Shirazy, Pudarnya Pesona Cleopatra (Novel Psikologi Islam Pembangun Jiwa)

Read More......

Mengingat Kematian

Hidup di dunia ini tidaklah selamanya. Akan datang masanya kita berpisah dengan dunia berikut isinya. Perpisahan itu terjadi saat kematian menjemput, tanpa ada seorang pun yang dapat menghindar darinya. Karena Ar-Rahman telah berfirman:

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ

“Setiap yang berjiwa pasti akan merasakan mati, dan Kami menguji kalian dengan kejelekan dan kebaikan sebagai satu fitnah (ujian), dan hanya kepada Kami lah kalian akan dikembalikan.” (Al-Anbiya`: 35)

أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكُكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ

“Di mana saja kalian berada, kematian pasti akan mendapati kalian, walaupun kalian berada di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.” (An-Nisa`: 78)

Kematian akan menyapa siapa pun, baik ia seorang yang shalih atau durhaka, seorang yang turun ke medan perang ataupun duduk diam di rumahnya, seorang yang menginginkan negeri akhirat yang kekal ataupun ingin dunia yang fana, seorang yang bersemangat meraih kebaikan ataupun yang lalai dan malas-malasan. Semuanya akan menemui kematian bila telah sampai ajalnya, karena memang:

كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ

“Seluruh yang ada di atas bumi ini fana (tidak kekal).” (Ar-Rahman: 26)Mengingat mati akan melembutkan hati dan menghancurkan ketamakan terhadap dunia. Karenanya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan hasungan untuk banyak mengingatnya. Beliau bersabda dalam hadits yang disampaikan lewat shahabatnya yang mulia Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:

أَكْثِرُوْا ذِكْرَ هَاذمِ اللَّذَّاتِ

“Perbanyaklah kalian mengingat pemutus kelezatan (yakni kematian).” (HR. At-Tirmidzi no. 2307, An-Nasa`i no. 1824, Ibnu Majah no. 4258. Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu berkata tentang hadits ini, “Hasan shahih.”)

Dalam hadits di atas ada beberapa faedah:

- Disunnahkannya setiap muslim yang sehat ataupun yang sedang sakit untuk mengingat mati dengan hati dan lisannya, serta memperbanyak mengingatnya hingga seakan-akan kematian di depan matanya. Karena dengannya akan menghalangi dan menghentikan seseorang dari berbuat maksiat serta dapat mendorong untuk beramal ketaatan.

- Mengingat mati di kala dalam kesempitan akan melapangkan hati seorang hamba. Sebaliknya, ketika dalam kesenangan hidup, ia tidak akan lupa diri dan mabuk kepayang. Dengan begitu ia selalu dalam keadaan bersiap untuk “pergi.” (Bahjatun Nazhirin, 1/634)

Ucapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas adalah ucapan yang singkat dan ringkas, “Perbanyaklah kalian mengingat pemutus kelezatan (kematian).” Namun padanya terkumpul peringatan dan sangat mengena sebagai nasihat, karena orang yang benar-benar mengingat mati akan merasa tiada berartinya kelezatan dunia yang sedang dihadapinya, sehingga menghalanginya untuk berangan-angan meraih dunia di masa mendatang. Sebaliknya, ia akan bersikap zuhud terhadap dunia. Namun bagi jiwa-jiwa yang keruh dan hati-hati yang lalai, perlu mendapatkan nasihat panjang lebar dan kata-kata yang panjang, walaupun sebenarnya sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

أَكْثِرُوْا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ

“Perbanyaklah kalian mengingat pemutus kelezatan (yakni kematian).”

disertai firman Allah k:

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ

“Setiap yang berjiwa pasti akan merasakan mati,” sudah mencukupi bagi orang yang mendengar dan melihat.

Alangkah bagusnya ucapan orang yang berkata:

اذْكُرِ الْمَوْتَ تَجِدُ رَاحَةً، فِي إِذْكَارِ الْمَوْتِ تَقْصِيْرُ اْلأَمَلِ

“Ingatlah mati niscaya kau kan peroleh kelegaan, dengan mengingat mati akan pendeklah angan-angan.”

Adalah Yazid Ar-Raqasyi rahimahullahu berkata kepada dirinya sendiri, “Celaka engkau wahai Yazid! Siapa gerangan yang akan menunaikan shalat untukmu setelah kematianmu? Siapakah yang mempuasakanmu setelah mati? Siapakah yang akan memintakan keridhaan Rabbmu untukmu setelah engkau mati?”

Kemudian ia berkata, “Wahai sekalian manusia, tidakkah kalian menangis dan meratapi diri-diri kalian dalam hidup kalian yang masih tersisa? Duhai orang yang kematian mencarinya, yang kuburan akan menjadi rumahnya, yang tanah akan menjadi permadaninya dan yang ulat-ulat akan menjadi temannya… dalam keadaan ia menanti dibangkitkan pada hari kengerian yang besar. Bagaimanakah keadaan orang ini?” Kemudian Yazid menangis hingga jatuh pingsan. (At-Tadzkirah, hal. 8-9)

Sungguh, hanya orang-orang cerdas cendikialah yang banyak mengingat mati dan menyiapkan bekal untuk mati. Shahabat yang mulia, putra dari shahabat yang mulia, Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma mengabarkan, “Aku sedang duduk bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala datang seorang lelaki dari kalangan Anshar. Ia mengucapkan salam kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu berkata, ‘Ya Rasulullah, mukmin manakah yang paling utama?’ Beliau menjawab, ‘Yang paling baik akhlaknya di antara mereka.’

‘Mukmin manakah yang paling cerdas?’, tanya lelaki itu lagi. Beliau menjawab:

أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا، أُولَئِكَ أَكْيَاسٌ

“Orang yang paling banyak mengingat mati dan paling baik persiapannya untuk kehidupan setelah mati. Mereka itulah orang-orang yang cerdas.” (HR. Ibnu Majah no. 4259, dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Ash-Shahihah no. 1384)

Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullahu berkata, “Ad-Daqqaq berkata, ‘Siapa yang banyak mengingat mati, ia akan dimuliakan dengan tiga perkara: bersegera untuk bertaubat, hati merasa cukup, dan giat/semangat dalam beribadah. Sebaliknya, siapa yang melupakan mati ia akan dihukum dengan tiga perkara: menunda taubat, tidak ridha dengan perasaan cukup dan malas dalam beribadah. Maka berpikirlah, wahai orang yang tertipu, yang merasa tidak akan dijemput kematian, tidak akan merasa sekaratnya, kepayahan, dan kepahitannya. Cukuplah kematian sebagai pengetuk hati, membuat mata menangis, memupus kelezatan dan menuntaskan angan-angan. Apakah engkau, wahai anak Adam, mau memikirkan dan membayangkan datangnya hari kematianmu dan perpindahanmu dari tempat hidupmu yang sekarang?” (At-Tadzkirah, hal. 9)

Bayangkanlah saat-saat sakaratul maut mendatangimu. Ayah yang penuh cinta berdiri di sisimu. Ibu yang penuh kasih juga hadir. Demikian pula anak-anakmu yang besar maupun yang kecil. Semua ada di sekitarmu. Mereka memandangimu dengan pandangan kasih sayang dan penuh kasihan. Air mata mereka tak henti mengalir membasahi wajah-wajah mereka. Hati mereka pun berselimut duka. Mereka semua berharap dan berangan-angan, andai engkau bisa tetap tinggal bersama mereka. Namun alangkah jauh dan mustahil ada seorang makhluk yang dapat menambah umurmu atau mengembalikan ruhmu. Sesungguhnya Dzat yang memberi kehidupan kepadamu, Dia jugalah yang mencabut kehidupan tersebut. Milik-Nya lah apa yang Dia ambil dan apa yang Dia berikan. Dan segala sesuatu di sisi-Nya memiliki ajal yang telah ditentukan.

Al-Hasan Al-Bashri rahimahullahu berkata, “Tidaklah hati seorang hamba sering mengingat mati melainkan dunia terasa kecil dan tiada berarti baginya. Dan semua yang ada di atas dunia ini hina baginya.”

Adalah ‘Umar bin Abdil ‘Aziz rahimahullahu bila mengingat mati ia gemetar seperti gemetarnya seekor burung. Ia mengumpulkan para ulama, maka mereka saling mengingatkan akan kematian, hari kiamat dan akhirat. Kemudian mereka menangis hingga seakan-akan di hadapan mereka ada jenazah. (At-Tadzkirah, hal. 9)

Tentunya tangis mereka diikuti oleh amal shalih setelahnya, berjihad di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bersegera kepada kebaikan. Beda halnya dengan keadaan kebanyakan manusia pada hari ini. Mereka yakin adanya surga tapi tidak mau beramal untuk meraihnya. Mereka juga yakin adanya neraka tapi mereka tidak takut. Mereka tahu bahwa mereka akan mati, tapi mereka tidak mempersiapkan bekal. Ibarat ungkapan penyair:

Aku tahu aku kan mati namun aku tak takut

Hatiku keras bak sebongkah batu

Aku mencari dunia seakan-akan hidupku kekal

Seakan lupa kematian mengintai di belakang

Padahal, ketika kematian telah datang, tak ada seorangpun yang dapat mengelak dan menundanya.

فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لاَ يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلاَ يَسْتَقْدِمُونَ

“Maka apabila telah tiba ajal mereka (waktu yang telah ditentukan), tidaklah mereka dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak pula mereka dapat mendahulukannya.” (An-Nahl: 61)

وَلَنْ يُؤَخِّرَ اللهُ نَفْسًا إِذَا جَاءَ أَجَلُهَا

“Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan kematian seseorang apabila telah datang ajal/waktunya.” (Al-Munafiqun: 11)

Wahai betapa meruginya seseorang yang berjalan menuju alam keabadian tanpa membawa bekal. Janganlah engkau, wahai jiwa, termasuk yang tak beruntung tersebut. Perhatikanlah peringatan Rabbmu:

وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدْ


“Dan hendaklah setiap jiwa memerhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat).” (Al-Hasyr: 18)

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullahu menjelaskan ayat di atas dengan menyatakan, “Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab, dan lihatlah amal shalih apa yang telah kalian tabung untuk diri kalian sebagai bekal di hari kebangkitan dan hari diperhadapkannya kalian kepada Rabb kalian.” (Al-Mishbahul Munir fi Tahdzib Tafsir Ibni Katsir, hal. 1388)

Janganlah engkau menjadi orang yang menyesal kala kematian telah datang karena tiada berbekal, lalu engkau berharap penangguhan.

وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلاَ أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ

“Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepada kalian sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kalian, lalu ia berkata, ‘Wahai Rabbku, mengapa Engkau tidak menangguhkan kematianku sampai waktu yang dekat hingga aku mendapat kesempatan untuk bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang shalih?’.” (Al-Munafiqun: 10)

Karenanya, berbekallah! Persiapkan amal shalih dan jauhi kedurhakaan kepada-Nya! Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.

Read More......

Rahasia Sholat Dhuha

Allah SWT dalam beberapa ayat bersumpah dengan waktu dhuha. Dalam pembukaan surat Assyams, Allah berfirman, ''Demi matahari dan demi waktu dhuha.'' Bahkan, ada surat khusus di Alquran dengan nama Addhuha.

Pada pembukaannya, Allah berfirman, ''Demi waktu dhuha.'' Imam Arrazi menerangkan bahwa Allah SWT setiap bersumpah dengan sesuatu, itu menunjukkan hal yang agung dan besar manfaatnya. Bila Allah bersumpah dengan waktu dhuha, berarti waktu dhuha adalah waktu yang sangat penting. Benar, waktu dhuha adalah waktu yang sangat penting. Di antara doa Rasulullah SAW: Allahumma baarik ummatii fii bukuurihaa. Artinya, ''Ya Allah berilah keberkahan kepada umatku di waktu pagi.''

Ini menunjukkan bahwa orang-orang yang aktif dan bangun di waktu pagi (waktu subuh dan dhuha) untuk beribadah kepada Allah dan mencari nafkah yang halal, ia akan mendapatkan keberkahan. Sebaliknya, mereka yang terlena dalam mimpi-mimpi dan tidak sempat shalat Subuh pada waktunya, ia tidak kebagian keberkahan itu.

Abu Dzar meriwayatkan sebuah hadis. Rasulullah SAW bersabda, ''Bagi tiap-tiap ruas anggota tubuh kalian hendaklah dikeluarkan sedekah baginya setiap pagi. Satu kali membaca tasbih (subhanallah) adalah sedekah, satu kali membaca tahmid (alhamdulillah) adalah sedekah, satu kali membaca takbir (Allahu Akbar) adalah sedekah, menyuruh berbuat baik adalah sedekah, dan mencegah kemungkaran adalah sedekah. Dan, semua itu bisa diganti dengan dua rakaat shalat Dhuha.'' (HR Muslim).

Aisyah menceritakan bahwa Rasulullah SAW selalu melaksanakan shalat Dhuha empat rakaat. Dalam riwayat Ummu Hani', ''Kadang Rasulullah SAW melaksanakan shalat Dhuha sampai delapan rakaat.'' (HR Muslim). Imam Attirmidzi dan Imam Atthabrani meriwayatkan sebuah hadis yang menjelaskan bahwa bila seseorang melaksanakan shalat Subuh berjamaah di masjid, lalu ia berdiam di tempat shalatnya sampai tiba waktu dhuha, kemudian ia melaksanakan shalat Dhuha, ia akan mendapatkan pahala seperti naik haji dan umrah diterima. Para ulama hadis merekomendasikan hadis ini kedudukannya hasan.

Jelaslah bahwa shalat Dhuha sangat penting bagi orang beriman. Penting bukan karena--seperti yang banyak dipersepsikan--shalat Dhuha ada hubungannya dengan mencari rezeki, melainkan ia penting karena sumpah Allah SWT dalam Alquran. Maka, sungguh bahagia orang-orang beriman yang memulai waktu paginya dengan shalat Subuh berjamaah di masjid, lalu dilanjutkan dengan shalat Dhuha.

Read More......

Senin, 02 Maret 2009

Rumah Tangga Rasulullah SAW


Di bawah naungan rumah tangga yang bersahaja di situlah tinggal sang istri, pahlawan di balik layar pembawa ketenangan dan kesejukan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Dunia itu penuh dengan kenikmatan. Dan sebaik-baik kenikmatan dunia adalah istri yang shalihah.” (Lihat Shahih Jami’ Shaghir karya Al-Albani)

Di antara keelokan budi pekerti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan keharmonisan rumah tangga beliau ialah memanggil ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dengan nama kesayangan dan mengabarkan kepadanya berita yang membuat jiwa serasa melayang-layang.

Aisyah radhiyallah ‘anha menuturkan: “Pada suatu hari Rasu-lullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadanya:
“Wahai ‘Aisy (panggilan kesayangan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha ), Malaikat Jibril ‘alaihissalam tadi menyampaikan salam buatmu.” (Muttafaq ‘alaih)

Bahkan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam selaku Nabi umat ini yang paling sempurna akhlaknya dan paling tinggi derajatnya telah memberikan sebuah contoh yang berharga dalam hal berlaku baik kepada sang istri dan dalam hal kerendahan hati, serta dalam hal mengetahui keinginan dan kecemburuan wanita. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menempatkan mereka pada kedudukan yang diidam-idamkan oleh seluruh kaum hawa. Yaitu menjadi seorang istri yang memiliki kedudukan terhormat di samping suaminya.


Aisyah radhiyallahu ‘anha menuturkan:
Suatu ketika aku minum, dan aku sedang haidh, lantas aku memberikan gelasku kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan beliau meminumnya dari mulut gelas tempat aku minum. Dalam kesempatan lain aku memakan sepotong daging, lantas beliau mengambil potongan daging itu dan memakannya tepat di tempat aku memakannya.” (HR. Muslim)

Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam tidaklah seperti yang diduga oleh kaum munafikin atau seperti yang dituduhkan kaum orientalis dengan tuduhan-tuduhan palsu dan pengakuan-pengakuan bathil. Bahkan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam lebih memilih etika berumah tangga yang paling elok dan sederhana.

Diriwayatkan oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa ia berkata:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mencium salah seorang istri beliau kemudian berangkat menunaikan shalat tanpa memperbaharui wudhu’.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)

Dalam berbagai kesempatan, beliau selalu menjelaskan dengan gamblang tingginya kedudukan kaum wanita di sisi beliau. Mereka kaum hawa memiliki kedudukan yang agung dan derajat yang tinggi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menjawab pertanyaan ‘Amr bin Al-’Ash radhiyallah ‘anhu seputar masalah ini, beliau jelaskan kepadanya bahwa mencintai istri bukanlah suatu hal yang tabu bagi seorang lelaki yang normal.

Amr bin Al-’Ash radhiyallahu ‘anhu pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam : “Siapakah orang yang paling engkau cintai?” beliau menjawab: “‘Aisyah!” (Muttafaq ‘alaih)

Barangsiapa yang mengidamkan kebahagiaan rumah tangga, hendaklah ia memperhatikan kisah- kisah ‘Aisyah radhiyallah ‘anha bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Bagaimana kiat-kiat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membahagiakan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha ia berkata:
“Aku biasa mandi berdua bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari satu bejana.” (HR. Al-Bukhari)

Rasulullah tidak melewatkan kesempatan sedikit pun kecuali beliau manfaatkan untuk membahagiakan dan menyenangkan istri melalui hal-hal yang dibolehkan.

Aisyah radhiyallah ‘anha mengisahkan:
Pada suatu ketika aku ikut bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sebuah lawatan. Pada waktu itu aku masih seorang gadis yang ramping. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan rombongan agar bergerak terlebih dahulu. Mereka pun berangkat mendahului kami. Kemudian beliau berkata kepadaku: “Kemarilah! sekarang kita berlomba lari.” Aku pun meladeninya dan akhirnya aku dapat mengungguli beliau. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam hanya diam saja atas keunggulanku tadi. Hingga pada kesempatan lain, ketika aku sudah agak gemuk, aku ikut bersama beliau dalam sebuah lawatan. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan rombongan agar bergerak terlebih dahulu. Kemudian beliau menantangku berlomba kembali. Dan akhirnya beliau dapat mengungguliku. Beliau tertawa seraya berkata: “Inilah penebus kekalahan yang lalu!” (HR. Ahmad)

Sungguh! merupakan sebuah bentuk permainan yang sangat lembut dan sebuah perhatian yang sangat besar. Beliau perintahkan rombongan untuk berangkat terlebih dahulu agar beliau dapat menghibur hati sang istri dengan mengajaknya berlomba lari. Kemudian beliau memadukan permainan yang lalu dengan yang baru, beliau berkata: “Inilah penebus kekalahan yang lalu!”

Bagi mereka yang sering bepergian melanglang buana serta memperhatikan keadaan orang-orang yang terpandang pada tiap-tiap kaum, pasti akan takjub terhadap perbuatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau adalah seorang Nabi yang mulia, pemimpin yang selalu berjaya, keturunan terhormat suku Quraisy dan Bani Hasyim. Pada saat-saat kejayaan, beliau kembali dari sebuah peperangan dengan membawa kemenangan bersama rombongan pasukan besar. Meskipun demikian, beliau tetap seorang yang penuh kasih sayang dan rendah hati terhadap istri-istri beliau para Ummahaatul Mukiminin radhiyallah ‘anhu. Kedudukan beliau sebagai pemimpin pasukan, perjalanan panjang yang ditempuh, serta kemenangan demi kemenangan yang diraih di medan pertempuran, tidak membuat beliau lupa bahwa beliau didampingi para istri-istri kaum hawa yang lemah yang sangat membutuhkan sentuhan lembut dan bisikan manja. Agar dapat menghapus beban berat perjalanan yang sangat meletihkan.

Diriwayatkan oleh Imam Bukhari bahwa ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kembali dari peperangan Khaibar, beliau menikahi Shafiyyah binti Huyaiy radhiyallahu ‘anha. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengulurkan tirai di dekat unta yang akan ditunggangi untuk melindungi Shafiyyah radhiyallah ‘anha dari pandangan orang. Kemudian beliau duduk bertumpu pada lutut di sisi unta tersebut, beliau persilakan Shafiyyah radhiyallah ‘anha untuk naik ke atas unta dengan bertumpu pada lutut beliau.

Pemandangan seperti ini memberikan kesan begitu mendalam yang menunjukkan ketawadhu’an beliau. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selaku pemimpin yang berjaya dan seorang Nabi yang diutus- memberikan teladan kepada umatnya bahwa bersikap tawadhu’ kepada istri, mempersilakan lutut beliau sebagai tumpuan, membantu pekerjaan rumah, membahagiakan istri, sama sekali tidak mengurangi derajat dan kedudukan beliau.


Read More......

Keutamaan Kurma Ajwa


Qola rasulullah shollahu ‘alaihi wasallam :

“man tashabbaha kulla yaumin sab’a tamaraatin ‘ajwatan lam yadhurrahu fii dzalikal yaumi summun walaa sihrun”. (shohiihul bukhaari)

Sabda Rasulullah SAW :

“Barang siapa yang makan pagi dengan tujuh butir kurma Ajwah, maka tak akan mencelakainya racun dan sihir dihari itu”. (Riwayat Shahih Al-Bukhari)Hadits ini menjelaskan tentang keutamaan sunnah memakan buah kurma ajwah di pagi hari. Buah kurma sebagaimana di ketahui memang mempunyai khasiat tertentu untuk pengobatan, seperti untuk meningkatkan kadar gula darah, kemudian katanya juga bisa untuk mengobati katarak pada mata dengan memakan paling sedikit 3 buah kurma selama beberapa bulan.

Pada hadits diatas dikatakan kurma ajwah (yaitu kurma yang ditanam langsung oleh rasulullah saw di madinah), jadi bukan kurma yang biasa. Kurma ini bentuknya tidak lebih besar dari kurma yang lainnya, biasanya hanya setengah ibu jari kita, warnanya lebih hitam dari kurma yang lain, ada juga yang menyebutnya kurma Nabi, karena memang ditanam langsung oleh Rasulullah.

Hadits ini menjelaskan bahwa kurma ajwah bisa untuk menangkal racun dan sihir, mungkin karena kandungan yang ada di dalam kurma ini yang menyebabkan bisa untuk menetralisir racun, karena itulah nabi menganjurkannya memakan 7 buah di pagi hari. Lalu kenapa bisa untuk menangkal sihir, ini menjelaskan bahwa kurma ini membawa keberkahan bagi yang memakannya, di sebabkan Nabi saw sendiri yang menanamnya, bibit dari kurma ini telah bersentuhan dengan tangan baginda Nabi saw yang mulia, yang memang membawa keberkahan, karena itulah kurma ini bisa menangkal sihir.

Pohon kurma ajwah ini masih ada di madinah sampai sekarang, jadi sudah lebih dari 14 abad atau 1429 tahun sejak pertama kali di tanam oleh rasulullah saw, jumlahnya hanya sekitar seratusan pohon.
Dari segi bentuk, sebenarnya tidak berbeda dengan kurma jenis lain, kecuali warnanya agak kehitaman. Ada banyak guratan di permukaan buahnya, yang oleh sebagian kalangan dikatakan mirip tulisan kaligrafi Alquran.
Ukurannya ada yang kecil dan besar. Sementara rasanya manis serta berdaging tebal. Maka dari itu, harganya pun menjadi paling mahal di banding jenis lain. Kurma ini dijual seharga 60 riyal per kg untuk ukuran kecil dan 80 riyal per kg untuk yang agak besar, harga tersebut tergantung kualitas, bahkan harga yang kualitas Mumtaz (premium) bisa mencapai 100 Riyals.

Read More......

Minggu, 01 Maret 2009

Kelembutan Sang Rasul


Nabi Muhammad, sosok manusia yang penuh kelembutan. Beliau sering diludahi, dikatakan gila, dilempari kotoran hewan, dan lain sebagainya. Pernah ada seorang laki-laki yang apabila Nabi lewat depan rumahnya, ia selalu meludahi Nabi. Terus begitu setiap hari. Suatu hari, Nabi lewat depan rumahnya seperti biasa. Namun beliau heran, karena beliau tidak mendapati laki-laki tersebut meludahinya. Maka bertanyalah beliau kepada tetangga laki-laki tersebut. Rupanya laki-laki itu sedang sakit. Apakah nabi Muhammad merasa senang? Nabi Muhammad justeru bertamu ke rumah laki-laki itu untuk menjenguk dan menghibur laki-laki itu. Maka kagumlah laki-laki itu akan akhlaq beliau. Nabi Muhammad bukanlah sosok yang mudah marah jika dihina. Beliau hanya marah jika seseorang menghina Allah.

Muhammad Ar-Rasul di Tha’if

Sepeninggal Abu Thalib, gangguan kafir Quraisy terhadap Rasulullah saaw semakin bertambah ganas. Ketika beliau merasakan gangguan kaum musyrikin Quraisy bertambah hebat dan tetap menolak serta menjauhi agama Islam, beliau berpikir untuk meninggalkan Makkah dan pergi ke Tha’if. Beliau berharap akan memperoleh dukungan penduduk setempat dan akan menyambut baik ajakan beliau untuk memeluk agama Islam. Dengan harapan itu, Muhammad saaw sang Rasul bersama Zaid bin Haritsah, anak angkat beliau saaw, pergi ke Tha’if.

Banyak tokoh Quraisy membangun tempat peristirahatan di sana. Kabilah terbesar di Tha’if adalah Bani Tsaqif, kabilah yang berkuasa serta mempunyai kekuatan fisik dan ekonomi yang cukup memadai. Mengetahui akan hal ini, Rasulullah saaw menemui pemimpin Bani Tsaqif yang terdiri dari tiga bersaudara.

Rasulullah saaw menyampaikan maksud kedatangan beliau dan mengajak mereka untuk memeluk Islam dan tidak menyembah selain Allah SWT. Namun jawaban dari mereka sungguh di luar harapan Nabi Muhammad saaw.

Salah satu dari mereka berkata, “Apakah Allah tidak dapat memperoleh seseorang untuk diutus selain engkau?”

Yang lainnya berkata, “Kami hidup turun-temurun di sini. Tiada kesusahan atau pun penderitaan. Hidup kami makmur, serba berkecukupan, dan kami merasa senang dan bahagia. Oleh sebab itu, kami tak perlu agamamu. Juga tidak perlu dengan segala ajaranmu. Kami pun punya Tuhan yang bernama Al-Latta, yang memiliki kekuatan melebihi berhala Hubal di Ka’bah. Buktiny dia telah memberikan kesenangan di sini dengan segala kemewahan dan kekayaan yang kami miliki.”

Yang lainnya lagi berkata, “Jauh berbeda dengan ajaran yang kalian tawarkan. Penuh siksaan dan daerah yang selalu penuh dengan derita. Jels kami menolak ajaran kalian. Bila tidak, akan menimbulkan malapetaka bagi penduduk kami di sini.”

Mendengar jawaban mereka, berkata Muhammad Rasulullah saaw, “Bila memang demikian, kami pun tidak memaksa. Maaf kalau telah mengganggu kalian. Kami mohon diri.”
Berkata mereka, “Pergilah kalian cepat-cepat dari sini! Sebelum kau sebarkan bencana besar bagi penduduk di sini. Oh ya, kedatangan kalian ke sini tak bisa kami diamkan begitu saja. Mau tak mau kami harus melaporkan hal ini kepada pemimpin Bani Quraisy di Makkah sebagai mitra kami. Kami tidak ingin berkhianat kepada mereka.”

Maka Rasulullah saaw dan Zaid bin Haritsah keluar dari rumah para pemimpin Bani Tsaqif itu. Akan tetapi, para pemimpin Bani Tsaqif tidak membiarkan mereka berdua pergi begitu saja. Di luar rumah para pemimpin Bani Tsaqif, Rasulullah saaw dan Zaid bin Haritsah dihadang oleh sekelompok penduduk kota Tha’if yang tampaknya tidak ramah. Bahkan di antara kelompok itu ada beberapa anak kecil. Dengan satu aba-aba dari seseorang, sekelompok penduduk itu pun melempari Rasulullah saaw dan Zaid bin Haritsah dengan batu. Zaid bin Haritsah berusaha melindungi Rasulullah saaw sambil pergi dari tempat itu. Mereka berdua terluka akibat lemparan-lemparan itu.

Setelah agak jauh dari kota Tha’if, Rasulullah berteduh dekat sebuah pohon sambil membersihkan luka-luka mereka.

Sesudah agak tenang, Rasulullah mengangkat kepala menengadah ke atas, ia hanyut dalam suatu doa yang berisi pengaduan yang sangat mengharukan:
“Allahumma ya Allah, kepadaMu juga aku mengadukan kelemahanku, kurangnya kemampuanku serta kehinaan diriku di hadapan manusia. Wahai Tuhan Yang Mahapengasih Mahapenyayang. Engkaulah yang melindungi si lemah, dan Engkaulah Pelindungku. Kepada siapa hendak Kauserahkan daku? Kepada orang yang jauhkah yang berwajah muram kepadaku, atau kepada musuh yang akan menguasai diriku? Asalkan Engkau tidak murka kepadaku, aku tidak peduli, sebab sungguh luas kenikmatan yang Kaulimpahkan kepadaku. Aku berlindung kepada Nur Wajah-Mu yang menyinari kegelapan, dan karenanya membawakan kebaikan bagi dunia dan akhirat. Janganlah Engkau timpakan kemurkaanMu kepadaku. Engkaulah yang berhak menegur hingga berkenan pada-Mu. Dan tiada daya upaya kecuali dengan Engkau.”

Allah mengutus Jibril untuk menghampiri beliau saaw. Jibril berkata, “Allah mengetahui apa yang telah terjadi di antara kamu dan penduduk kota Tha’if. Dia telah menyediakan malaikat di gunung-gunung di sini untuk menjalankan perintahmu. Jika engkau mau, maka malaikat-malaikat itu akan menabrakkan gunung-gunung itu hingga penduduk kota itu akan binasa. Atau engkau sebutkan saja suatu hukuman bagi penduduk kota itu.”

Rasulullah saaw terkejut dengan hal ini, lalu bersabda, “Walau pun orang-orang ini tidak menerima ajaran Islam, aku harap dengan kehendak Allah, anak-anak mereka pada suatu masa nanti akan menyembah Allah dan berbakti kepada-Nya.” Demikianlah kelembutan hati Rasulullah saaw. Dia manusia, tapi tak seperti manusia. Begitu mulya pengorbanan beliau. Walaupun halangan menimpa, namun hatinya tetap tabah dan penuh kelembutan dan kasih-sayang. Maka betapa kejinya orang-orang yang menghina manusia mulya ini. Betapa jahatnya orang-orang yang menyakiti beliau. Akan tetapi manusia di zaman ini begitu mudah menyakiti perasaan beliau dengan meninggalkan ajaran beliau saaw. Tidak tahukah mereka, bahwa setiap hari amal-amal mereka dihadapkan kepada Rasulullah? Jika amal itu baik, maka beliau pun bergembira dan bersyukur. Jika amal itu buruk, maka beliau dengan kelembutannya memohonkan ampunan kepada Allah bagi orang itu. Adakah pemimpin yang selalu memikirkan ummatnya dari sejak di dunia hingga di kehidupan berikutnya selain beliau saaw?

Tak jauh dari tempat istirahat Rasulullah saaw dan Zaid bin Haritsah, terdapat sebuah kebun milik ‘Utbah bin Rabi’ah. Kebetulan dua orang anak ‘Utbah berada di situ. Melihat keadaan Rasulullah saaw dan Zaid, mereka menyuruh budak mereka, ‘Addas, yang beragama Nashrani untuk membawakan buah anggur dari kebun itu.

Pelayan itu segera menghampiri Rasulullah saaw dan berkata, “Makanlah anggur ini wahai tuan-tuan. Semoga dapat melepaskan dahaga kalian.” Kemudian Rasulullah saaw mengambil anggur itu sambil mengucapkan, “Bismillah.”

Addas, demi mendengar ucapan Rasulullah saaw, merasa kagum dan berkata, “Sungguh, kata-kata itu tidak pernah diucapkan penduduk daerah ini.”

Rasulullah saaw bertanya, “Dari negara mana engkau dan apa agamamu?” ‘Addas menjawab, “Aku seorang penganut Nashrani, aku berasal dari Niniwe.”

Rasulullah saaw berkata, “Oh, dusun tempat seorang hamba Allah yang shalih, Yunus bin Matta.”

Addas bertanya penuh kekaguman, “Dari manakah Anda mengenal Yunus bin Matta?” Rasulullah saaw menjawab, “Dia saudaraku. Dia seorang nabi, dan aku pun seorang nabi.”

Dengan perasaan gembira bercampur haru, Addas memeluk Rasulullah dan menciumi kening, tangan dan kaki Rasulullah saaw.

Setelah merasa cukup beristirahat, Rasulullah saaw dan Zaid bin Haritsah beranjak pulang ke Makkah.

Yunus bin Matta adalah seorang Nabi dari Niniwe, terkadang disebut juga sebagai Dzun Nun. Penduduk Niniwe begitu ingkar dan menolak ajaran yang dibawa beliau as. Lalu beliau pergi dari negeri itu dengan menggunakan perahu. Akan tetapi di tengah laut beliau terpaksa di buang ke laut dan kemudian di makan ikan. Beliau tinggal di dalam perut ikan selama tiga hari tiga malam. Kemudian beliau dimuntahkan ikan itu ke tepi pantai dekat Niniwe. Penduduk Niniwe menyambut kedatangan beliau yang ternyata penduduk Niniwe telah bertobat dan menerima ajaran yang beliau bawa. Kisah ini dapat dilihat dalam Al-Qur`an surat Al-Anbiya` ayat 87-88 dan Ash-Shaffat ayat 139-148

Read More......

Makna 2 Kalimat Syahadat


A. Makna Syahadat Laa Ilaaha Illallah

Yaitu beritikad dan berikrar bahwasanya tidak ada yang berhak disembah dan menerima ibadah kecuali Allah Subhanahu wa Ta'ala, mentaati hal tersebut dan mengamalkannya. La ilaaha menafikan hak penyembahan dari yang selain Allah, siapapun orangnya. Illallah adalah penetapan hak Allah semata untuk disembah.

Jadi kalimat ini secara ijmal (global) adalah, "Tidak ada sesembahan yang haq selain Allah." Khabar Laa ilaaha illallah harus ditaqdirkan bihaqqin (yang haq), tidak boleh ditaqdirkan dengan maujud (ada). Karena ini menyalahi kenyataan yang ada, sebab Tuhan yang disembah selain Allah banyak sekali. Hal itu akan berarti bahwa menyembah tuhan-tuhan tersebut adalah ibadah pula untuk Allah. Ini tentu kebatilan yang nyata.

Kalimat laa ilaaha illallah telah ditafsiri dengan beberapa penafsiran yang batil, antara lain:


Laa ilaaha illallah artinya: "Tidak ada sesembahan kecuali Allah." Ini adalah batil, karena maknanya: Sesungguhnya setiap yang disembah, baik yang hak maupun yang batil, itu adalah Allah.
Laa ilaaha illallah artinya:"Tidak ada pencipta selain Allah." Ini adalah sebagian dari arti kalimat tersebut. Akan tetapi bukan ini yang dimaksud, karena arti hanya mengakui tauhid rububiyah saja, dan itu belum cukup.
Laa ilaaha illallah artinya: "Tidak ada hakim (penentu hukum) selain Allah." Ini juga sebagian dari makna kalimat laa ilaaha illallah. Tapi bukan ini yang dimaksud, karena makna tersebut belum cukup.

Semua tafsiran di atas adalah batil atau kurang. Kami peringatkan di sini karena tafsir-tafsir itu ada dalam kitab-kitab yang banyak beredar. Sedangkan tafsir yang benar menurut salaf dan para muhaqqiq (ulama peneliti) Laa ilaaha illallah ma'buuda bihaqqin illallah (tidak ada sesembahan yang haq selain Allah) seperti tersebut di atas.

B. Makna Syahadat Anna Muhammadan Rasuulullah

Yaitu mengakui secara lahir batin bahwa beliau adalah hamba Allah dan RasulNya yang diutus kepada manusia secara keseluruhan, serta mengamalkan konsekuensinya: mentaati perintahnya, membenarkan ucapannya, menjauhi larangannya, dan tidak menyembah Allah kecuali dengan apa yang disyari'atkan.



KEPENTINGAN DUA KALIMAT SYAHADAT (AHAMMIYATU SYAHADATAIN)
Kepentingan syahadat (ahamiyah syahadah) perlu didedahkan agar dapat betul-betul memahami syahadah secara konsep dan aplikasinya. Kenapa syahadah penting karena dengan bersyahadah seseorang boleh menyebutkan dirinya sebagai muslim, syahadah sebagai pintu bagi masuknya seseorang kedalam Islam. Kefahaman seorang muslim dapat melakukan perubahan-perubahan individu, keluarga ataupun masyarakat. Dalam sejarah para nabi dan rasul, syahadah sebagai kalimah yang diperjuangkan dan kalimah inilah yang menggerakkan dakwah nabi dan rasul. Akhir sekali, dengan syahadah tentunya setiap muslim akan mendapatkan banyak pahala dan ganjaran yang besar dari Allah SWT.

Hasyiah


1. Ahamiyah Syahadah (kepentingan bersyahadah).


Syahadatain adalah rukun Islam yang pertama. Kepentingan syahadah ini karena syahadah sebagai dasar bagi rukun Islam yang lain dan bagi tiang untuk rukun Iman dan Dien. Syahadatain ini menjadi ruh, inti dan landasan seluruh ajaran Islam. Oleh sebab itu, sangat penting syahadah dalam kehidupan setiap muslim. Sebab-sebab kenapa syahadah penting bagi kehidupan muslim adalah :


Pintu masuknya Islam
Intisari ajaran Islam
Dasar-dasar perubahan menyeluruh
Hakikat dakwah para rasul
Keutamaan yang besar
2. Madkhol Ila Islam (pintu masuk ke dalam Islam).


Sahnya iman seseorang adalah dengan menyebutkan syahadatain
Kesempurnaan iman seseorang bergantung kepada pemahaman dan pengamalan syahadatain
Syahadatain membedakan manusia kepada muslim dan kafir
Pada dasarnya setiap manusia telah bersyahadah Rubbubiyah di alam arwah, tetapi ini sahaja belum cukup, untuk menjadi muslim mereka harus bersyahadah Uluhiyah dan syahadah Risalah di dunia.

Dalil :


(a) Hadits : Rasulullah SAW memerintahkan Mu'az bin Jabal untuk mengajarkan dua kalimah syahadah, sebelum pengajaran lainnya.
(b) Hadits : Pernyataan Rasulullah SAW tentang misi Laa ilaha illa Allah dan kewajiban manusia untuk menerimanya.
(c) Q.47 : 19, Pentingnya mengerti, memahami dan melaksanakan syahadatain.

Manusia berdosa akibat melalaikan pemahaman dan pelaksanaan syahadatain.

(d) Q.37 : 35, Manusia menjadi kafir karena menyombongkan diri terhadap Laa ilahailla Allah.
(e) Q.3 : 18, Yang dapat bersyahadat dalam arti sebenarnya adalah hanya Allah, para Malaikat dan orang-orang yang berilmu yaitu para Nabi dan orang yang beriman kepada mereka.
(f) Q.7 : 172, Manusia bersyahadah di alam arwah sehingga fitrah manusia mengakui keesaan Allah. Ini perlu disempurnakan dengan syahadatain sesuai ajaran Islam.

3. Kholaso Ta'lim Islam (kefahaman muslim terhadap Islam).


- Kefahaman muslim terhadap Islam bergantung kepada kefahamannya pada syahadatain. Seluruh ajaran Islam terdapat dalam dua kalimah yang sederhana ini.


- Ada 3 hal prinsip syahadatain :


1 .Pernyataan Laa ilaha illa Allah merupakan penerimaan penghambaan atau ibadah kepada Allah sahaja. Melaksanakan minhajillah merupakan ibadah kepadaNya.


2. Menyebut Muhammad Rasulullah merupakan dasar penerimaan cara penghambaan itu dari Muhammad SAW. Rasulullah adalah tauladan dalam mengikuti Minhajillah.


3. Penghambaan kepada Allah meliputi seluruh aspek kehidupan. Ia mengatur hubungan manusia dengan Allah dengan dirinya sendiri dan dengan masyarakatnya.
Dalil :


- Q.2:21, 51:56, Ma'na Laa ilaha illa Allah adalah penghambaan kepada Allah.


21:25, Rasul diutus dengan membawa ajaran tauhid.


- Q.33:21, Muhammad SAW adalah tauladan dalam setiap aspek kehidupan.


3:31, aktifiti hidup hendaknya mengikuti ajaran Muhammad SAW.


- Q.6:162, Seluruh aktiviti hidup manusia secara individu, masyarakat dan negara


mesti ditujukan kepada mengabdi Allah SWT sahaja.


3:19, 3:85, 45:18, 6:153, Islam adalah satu-satunya syariat yang diredhai Allah.


Tidak dapat dicampur dengan syariat lainnya.

4. Asasul Inqilab (dasar-dasar perubahan).


- Syahadatain mampu manusia dalam aspek keyakinan, pemikiran, maupun jalan hidupnya. Perubahan meliputi berbagai aspek kehidupan manusia secara individu atau masyrakat.


- Ada perbedaan penerimaan syahadatain pada generasi pertama umat Muhammad dengan generasi sekarang. Perbedaan tersebut disebabkan kefahaman terhadap makna syahadatain secara bahasa dan pengertian, sikap konsisten terhadap syahadah tersebut dalam pelaksanaan ketika menerima maupun menolak.


- Umat terdahulu langsung berubah ketika menerima syahadatain. Sehingga mereka yang tadinya bodoh menjadi pandai, yang kufur menjadi beriman, yang bergelimang dalam maksiat menjadi takwa dan abid, yang sesat mendapat hidayah. Masyarakat yang tadinya bermusuhan menjadi bersaudara di jalan Allah.


- Syahadatain dapat merubah masyarakat dahulu maka syahadatain pun dapat merubah umat sekarang menjadi baik.


Dalil :


- Q.6:122, Penggambaran Allah tentang perubahan yang terjadi pada para sahabat Nabi, yang dahulunya berada dalam kegelapan jahiliyah kemudian berada dalam cahaya Islam yang gemilang.


- Q.33:23, Perubahan individu contohnya terjadi pada Muz'ab bin Umair yang sebelum mengikuti dakwah rasul merupakan pemuda yang paling terkenal dengan kehidupan yang glamour di kota Mekkah tetapi setelah menerima Islam, ia menjadi pemuda sederhana yang da'i, duta rasul untuk kota Madinah. Kemudian menjadi syuhada Uhud. Saat syahidnya rasulullah membacakan ayat ini.


- Q.37:35-37, reaksi masyarakat Quraisy terhadap kalimah tauhid. 85:6-10, reaksi musuh terhadap keimanan kaum mukminin terhadap Allah 18:2, 8:30, musuh memerangi mereka yang konsisten dengan pernyataan Tauhid.


- Hadits : Laa ilaha illa Allah, kalimat yang dibenci penguasa zalim dan kerajaan.


- Hadits : Janji Rasul bahawa kalimah tauhid akan memuliakan kaumnya.

5. Haqiqat Dakwah Rasul


- Setiap Rasul semenjak nabi Adam AS hingga nabi besar Muhammad SAW membawa misi dakwahnya adalah syahadah.


- Makna syahadah yang dibawa juga sama iaitu laa ilaha illa Allah.


- Dakwah rasul senantiasa membawa umat kepada pengabdian Allah sahaja.
Dalil :


- Q.60:4, Nabi Ibrahim berdakwah kepada masyarakat untuk membawanya kepada


pengabdian Allah sahaja.


- Q.18:110, Para nabi membawa dakwah bahawa ilah hanya satu iaitu Allah sahaja.

6.Fadailul A'dhim (ganjaran yang besar)


Sarahan :


- Banyak ganjaran-ganjaran yang diberikan oleh Allah dan dijanjikan oleh Nabi Muhammad SAW.


- Ganjaran dapat berupa material ataupun moral. Misalnya kebahagiaan di dunia dan akhirat, rezeki yang halal dan keutamaan lainnya.


- Keutamaan ini selalu dikaitkan dengan aplikasi dan implikasi syahadah dalam kehidupan sehari-hari.


- Dielakkannya kita dari segala macam kesakitan dan kesesatan di dunia dan diakhirat.
Dalil :


- Q: Allah SWT memberikan banyak keutamaan dan kelebihan bagi yang bersyahadah.


-Hadits: Allah SWT akan menghindarkan neraka bagi mereka yang menyebut kalimah syahadah.

Ringkasan Dalil :


Kepentingan syahadatain : (Q.4:41, 2:143)


- Pintu masuk ke dalam Islam : (a)


- Intisari ajaran Islam : (b, 21:25)


- Dasar-dasar perubahan total : (6:122, 13:11) pribadi dan masyarakat


- Hakikat dakwah para rasul as. : (21:25, 3:31, 6:19, 16:36)


- Kelebihan yang besar


Daftar Pustaka
Kitab Tauhid 1", Dr. Shaleh bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan. Penerbit: Darul Haq, Jakarta. Cetakan Kedua, Rajab 1420 H/Oktober 1999 M, hal.52-53)

Read More......

Habbatussauda (Jinten Hitam)



Habbatus sauda (Nigella Sativa/ Black Seed) adalah obat herbal alami yang telah digunakan ribuan tahun lamanya (lebih dari 3000 tahun). Terbukti dengan ditemukannya minyak habbatus sauda di pekuburan Tuthankhamen ( kuburan raja-raja mesir kuno). Dahulu, minyak habbatus sauda ini hanya boleh digunakan oleh raja dan keluarganya. Habatussauda juga dikonsumsi oleh raja-raja jaman Yunani kuno dengan dijadikan tanaman ini sebagai tanaman yang berkhasiat membantu mereka diakhir-akhir kehidupannya. Di beberapa negara di benua asia (terutama Asia timur bagian tengah) dan benua Eropa Timur bagian tengah, habatus sauda digunakan untuk mengangkat derajat kesehatan dan sebagai pengobatan herbal utama pada banyak penyakit ringan dan berat.

Seiring dengan perkembangan teknologi, tanpa disadari perkembangan terapi modern tidak mutlak mampu meyembuhkan beberapa penyakit, bahkan obat-obatan yang sekarang beredar sebagian ada yang menyimpan efek samping yang membahayakan tubuh manusia.

Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam bersabda : ‘ Gunakanlah Al Habbatussauda’, karena didalamnya terdapat obat utk segala macam penyakit kecuali as Sam (maut) (Shahih Bukhori dan Muslim).

Mengkonsumsi Habbaatussauda’ sebagai obat yang dianjurkan Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam tidak begitu dikenal oleh muslimin di Indonesia, Padahal di berbagai negara (Eropa, Amerika dan sejumlah negara Asia) Obat ini mengalami kepoluleran yang sangat nyata dengan dilakukan beberap riset ilmiyah untuk mengungkap kebenaran hadits tersebut. ( diantaranya oleh Profesor El Dakhany dari Microbiologi Research Center, Arabia, Dr Michael Tierra L.A.C.O MD, Pharmachology Research Department Laboratory, Departement Pharmachy King College London dll).

Diantara manfaat habbatussauda’ :
Menguatkan sistem kekebalan
Jinten Hitam (Habbatussauda) dapat meningkatkan jumlah se-sel T, yang baik untuk meningkatkan sel-sel pembunuh alami. Evektifitasnya hingga 72 % jika dibandingkan dengan plasebo hanya 7 %. Dengan demikian mengkonsumsikan Habbatussauda’ dapat meningkatkan kekebalan tubuh. Pada tahun 1993, Dr Basil Ali dan koleganya dari Collge of Medicine di Universitas King Faisal, mempublikasikan dalam jurnal Pharmasetik Saudi. Keampuhan extract Habbatussauda diakui Profesor G Reimuller, Direktur Institut Immonologi dari Universitas Munich, dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan dapat digunakan sebagai bioregulator. Dengan demikian Habbatussauda dapat dijadikan untuk penyakit yang menyerang kekebalan tubuh seperti kanker dan AIDS.
Meningkatkan daya ingat, konsentrasi dan Kewaspadaan
Dengan kandungan asam linoleat (omega 6 dan asam linoleat (Omega 3), Habbatusssauda merupakan nutrisi bagi sel otak berguna untuk meningkatkan daya ingat dan kecerdasan, Habbatussauda juga memperbaiki mikro (peredarandarah) ke otak dan sangat cocok diberikan pada anak usia pertumbuhan dan lansia.
Meningkatkan Bioaktifitas Hormon
Hormon adalah zat aktif yang dihasilkan oleh kelenjar endoktrin, yang masuk dalam peredaran darah. Salah satu kandungan habbatussauda adalah sterol yang berfungsi sintesa dan bioaktivitas hormon.
Menetralkan Racun dalam Tubuh
Racun dapat menganggu metabolisma dan menurunkan fungsi organ penting seperti hati, paru-paru dan otak. Gejala ringan seperti keracunan dapat berupa diare, pusing, gangguan pernafasan dan menurunkan daya konsentrasi. Habbatussauda’ mengandung saponin yang dapat menetralkan dan membersihkan racun dalam tubuh.
Mengatasi gangguan Tidur dan Stress
Saponin yang terdapat didalam habbatussauda memiliki fungsi seperti kortikosteroid yang dapat mempengaruhi karbohidrat, protein dan lemak serta mempengaruhi fungsi jantung, ginjal, otot tubuh dan syaraf. Sapion berfungsi untuk mempertahankan diri dari perubahan lingkungan, gangguan tidur, dan dapat menghilangkan stress.
Anti Histamin
Histamin adalah sebuah zat yang dilepaskan oleh jaringan tubuh yang memberikan reaksi alergi seperti pada asma bronchial. Minyak yang dibuat dan Habbatussauda dapat mengisolasi ditymoquinone, minyak ini sering disebut nigellone yang berasal dari volatile nigella. Pemberian minyak ini berdampak positif terhadap penderita asma bronchial. enelitian yang dilakukan oleh Nirmal Chakravaty MD tahun 1993 membuktikan kristal dari niggelone memberikan efek suppressive. Kristal-kristal ini dapat menghambat protemkinase C, sebuah zat yang memicu pelepasan histamin. enelitian lain membuktikan hal serupa. Kali ini dilakukan Dr Med. Peter Schleincher, ahli immonologi dari Universitas Munich. Ia melakukan pengujian terhadap 600vorang yang mederita alergi. Hasilnya cukup meyakinkan 70 % yang mederita alergi terhadap, sebuk, jerawat, dan asma sembuh setelah diberi minyak Nigella (Habbatussauda’). Dalam praktiknya Dr Schleincher memberikan resep habbatussauda’ kepada pasiencyang menderita influenza.
Memperbaiki saluran pencernaan dan anti bakteri
Habbatussauda’ mengandung minyak atsiri dan volatif yang telah diketahui manfaatnya untuk memperbaiki pencernaan. Secara tradisional minyak atsiri digunakan untuk obat diare. Tahun 1992, jurnal Farmasi Pakistan memuat hasil penelitian yang membuktikan minyak volatile lebih ampun membunuh strainbakteri V Colera dan E Coli dibandingkan dengan antibiotik seperti Ampicillin dan Tetracillin.
Melancarkan Air Susu Ibu
Kombinasi bagian lemak tidak jenuh dan struktur hormonal yang terdapat dalam minyak habbatussauda dapat melancarkan air susu ibu. Penelitian ini kemudian di publikasikan dalam literature penelitian di Universitas Potchestroom tahun 1989.
Tambahan Nutrisi Pada Ibu Hamil dan Balita
Pada masa pertumbuhan anak membutuhkan nutrisi untuk meningkatkan system kekebalan tubuh secara alami, terutama pada musim hujan anak akan mudah terkena flu dan pilek. Kandungan Omega 3, 6, 9 yang terdapat dalam habbatussauda merupakan nutrisi yang membantu perkembangan jaringan otak balita dan janin.
Anti Tumor
Pada Kongress kanker International di New Delhi , minyak habbatussauda diperkenalkan ilmuwan kangker Immonobiologi Laboratory dai California Selatan, habbatussauda dapat merangsang sumsum tulang dan sel-sel kekebalan, inferonnya menghasilkan sel-sel normal terhadap virus yang merusak sekaligus menghancurkan sel-sel tumor dan meningkatkan antibody
Nutrisi bagi manusia
Habbatussauda kaya akan kandungan nutrisi sebagai tambahan energi sangat ideal untuk lansia, terutama untuk menjaga daya tahan tubuh dan revitalitas sel otak agar tidak cepat pikun. Habbatussauda mengandung 15 macam asam amino penyusun isi protein termasuk didalmnya 9 asam amino esensial. Asam amino tidak dapat diproduksi oleh tubuh dalam jumlah yang cukup oleh karena itu dibutuhkan suplemen tambahan, Habbatussauda dapat mencukupinya.

** Dari beberapa sumber


Read More......

Penulisan & Pengumpulan Al Qur'an

Al Qur'an dalam penyebarannya, melalui suatu proses penulisan dan pengumpulan. Proses Penulisan dan pengumpulan Al-Qur’an melewati tiga tahap, yaitu :

A. Tahap Pertama.
Zaman Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pada jenjang ini penyandaran pada hafalan lebih banyak daripada penyandaran pada tulisan karena hafalan para Sahabat Radhiyallahu ‘anhum sangat kuat dan cepat di samping sedikitnya orang yang bisa baca tulis dan sarananya. Oleh karena itu siapa saja dari kalangan mereka yang mendengar satu ayat, dia akan langsung menghafalnya atau menuliskannya dengan sarana seadanya di pelepah kurma, potongan kulit, permukaan batu cadas atau tulang belikat unta. Jumlah para penghapal Al-Qur’an sangat banyak

Dalam kitab Shahih Bukhari [1] dari Anas Ibn Malik Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus tujuh puluh orang yang disebut Al-Qurra’. Mereka dihadang dan dibunuh oleh penduduk dua desa dari suku Bani Sulaim ; Ri’l dan Dzakwan di dekat sumur Ma’unah. Namun di kalangan para sahabat selain mereka masih banyak para penghapal Al-Qur’an, seperti Khulafaur Rasyidin, Abdullah Ibn Mas’ud, Salim bekas budak Abu Hudzaifah, Ubay Ibn Ka’ab, Mu’adz Ibn Jabal, Zaid Ibn Tsabit dan Abu Darda Radhiyallahu ‘anhum.

B. Tahap Kedua
Pada zaman Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu tahun dua belas Hijriyah. Penyebabnya adalah : Pada perang Yamamah banyak dari kalangan Al-Qurra’ yang terbunuh, di antaranya Salim bekas budak Abu Hudzaifah ; salah seorang yang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengambil pelajaran Al-Qur’an darinya.

Maka Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu memerintahkan untuk mengumpulkan Al-Qur’an agar tidak hilang. Dalam kitab Shahih Bukahri [2] disebutkan, bahwa Umar Ibn Khaththab mengemukakan pandangan tersebut kepada Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu setelah selesainya perang Yamamah. Abu Bakar tidak mau melakukannya karena takut dosa, sehingga Umar terus-menerus mengemukakan pandangannya sampai Allah Subhanahu wa Ta’ala membukakan pintu hati Abu Bakar untuk hal itu, dia lalu memanggil Zaid Ibn Tsabit Radhiyallahu ‘anhu, di samping Abu Bakar bediri Umar, Abu Bakar mengatakan kepada Zaid : “Sesunguhnya engkau adalah seorang yang masih muda dan berakal cemrerlang, kami tidak meragukannmu, engkau dulu pernah menulis wahyu untuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sekarang carilah Al-Qur’an dan kumpulkanlah!”, Zaid berkata : “Maka akupun mencari dan mengumpulkan Al-Qur’an dari pelepah kurma, permukaan batu cadas dan dari hafalan orang-orang. Mushaf tersebut berada di tangan Abu Bakar hingga dia wafat, kemudian dipegang oleh Umar hingga wafatnya, dan kemudian di pegang oleh Hafsah Binti Umar Radhiyallahu ‘anhuma. Diriwayatkan oleh Bukhari secara panjang lebar.

Kaum muslimin saat itu seluruhnya sepakat dengan apa yang dilakukan oleh Abu Bakar, mereka menganggap perbuatannya itu sebagai nilai positif dan keutamaan bagi Abu Bakar, sampai Ali Ibn Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu mengatakan : “Orang yang paling besar pahalanya pada mushaf Al-Qur’an adalah Abu Bakar, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi rahmat kepada Abu Bakar karena, dialah orang yang pertama kali mengumpulkan Kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala.

C. Tahap Ketiga
Pada zaman Amirul Mukminin Utsman Ibn Affan Radhiyallahu ‘anhu pada tahun dua puluh lima Hijriyah. Sebabnya adalah perbedaan kaum muslimin pada dialek bacaan Al-Qur’an sesuai dengan perbedaan mushaf-mushaf yang berada di tangan para sahabat Radhiyallahu ‘anhum. Hal itu dikhawatirkan akan menjadi fitnah, maka Utsman Radhiyallahu ‘anhu memerintahkan untuk mengumpulkan mushaf-mushaf tersebut menjadi satu mushaf sehingga kaum muslimin tidak berbeda bacaannya kemudian bertengkar pada Kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala dan akhirnya berpecah belah.

Dalam kitab Shahih Bukhari [3] disebutkan, bahwasanya Hudzaifah Ibnu Yaman Radhiyallahu ‘anhu datang menghadap Utsman Ibn Affan Radhiyallahu ‘anhu dari perang pembebasan Armenia dan Azerbaijan. Dia khawatir melihat perbedaaan mereka pada dialek bacaan Al-Qur’an, dia katakan : “Wahai Amirul Mukminin, selamtakanlah umat ini sebelum mereka berpecah belah pada Kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala seperti perpecahan kaum Yahudi dan Nasrani!” Utsman lalu mengutus seseorang kepada Hafsah Radhiyallahu ‘anhuma : “Kirimkan kepada kami mushaf yang engkau pegang agar kami gantikan mushaf-mushaf yang ada dengannya kemudian akan kami kembalikan kepadamu!”, Hafshah lalu mengirimkan mushaf tersebut.

Kemudian Utsman memerintahkan Zaid Ibn Tsabit, Abdullah Ibn Az-Zubair, Sa’id Ibnul Ash dan Abdurrahman Ibnul Harits Ibn Hisyam Radhiyallahu ‘anhum untuk menuliskannya kembali dan memperbanyaknya. Zaid Ibn Tsabit berasal dari kaum Anshar sementara tiga orang yang lain berasal dari Quraisy. Utsman mengatakan kepada ketiganya : “Jika kalian berbeda bacaan dengan Zaid Ibn Tsabit pada sebagian ayat Al-Qur’an, maka tuliskanlah dengan dialek Quraisy, karena Al-Qur’an diturunkan dengan dialek tersebut!”, merekapun lalu mengerjakannya dan setelah selesai, Utsman mengembalikan mushaf itu kepada Hafshah dan mengirimkan hasil pekerjaan tersebut ke seluruh penjuru negeri Islam serta memerintahkan untuk membakar naskah mushaf Al-Qur’an selainnya.

Utsman Radhiyallahu ‘anhu melakukan hal ini setelah meminta pendapat kepada para sahabat Radhiyalahu ‘anhum yang lain sesuai dengan apa yang diriwayatkan oleh Abu Dawud [4] dari Ali Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya dia mengatakan : “Demi Allah, tidaklah seseorang melakukan apa yang dilakukan pada mushaf-mushaf Al-Qur’an selain harus meminta pendapat kami semuanya”, Utsman mengatakan : “Aku berpendapat sebaiknya kita mengumpulkan manusia hanya pada satu Mushaf saja sehingga tidak terjadi perpecahan dan perbedaan”. Kami menjawab : “Alangkah baiknya pendapatmu itu”.

Mush’ab Ibn Sa’ad [5] mengatakan : “Aku melihat orang banyak ketika Utsman membakah mushaf-mushaf yang ada, merekapun keheranan melihatnya”, atau dia katakan : “Tidak ada seorangpun dari mereka yang mengingkarinya, hal itu adalah termasuk nilai positif bagi Amirul Mukminin Utsman Ibn Affan Radhiyallahu ‘anhu yang disepakati oleh kaum muslimin seluruhnya. Hal itu adalah penyempurnaan dari pengumpulan yang dilakukan Khalifah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu.

Perbedaan antara pengumpulan yang dilakukan Utsman dan pengumpulan yang dilakukan Abu Bakar Radhiyallahu anhuma adalah : Tujuan dari pengumpulan Al-Qur’an di zaman Abu Bakar adalah menuliskan dan mengumpulkan keseluruhan ayat-ayat Al-Qur’an dalam satu mushaf agar tidak tercecer dan tidak hilang tanpa membawa kaum muslimin untuk bersatu pada satu mushaf ; hal itu dikarenakan belih terlihat pengaruh dari perbedaan dialek bacaan yang mengharuskannya membawa mereka untuk bersatu pada satu mushaf Al-Qur’an saja.

Sedangkan tujuan dari pengumpulan Al-Qur’an di zaman Utsman Radhiyallahu ‘anhu adalah : Mengumpulkan dan menuliskan Al-Qur’an dalam satu mushaf dengan satu dialek bacaan dan membawa kaum muslimin untuk bersatu pada satu mushaf Al-Qur’an karena timbulnya pengaruh yang mengkhawatirkan pada perbedaan dialek bacaan Al-Qur’an.

Hasil yang didapatkan dari pengumpulan ini terlihat dengan timbulnya kemaslahatan yang besar di tengah-tengah kaum muslimin, di antaranya : Persatuan dan kesatuan, kesepakatan bersama dan saling berkasih sayang. Kemudian mudharat yang besarpun bisa dihindari yang di antaranya adalah : Perpecahan umat, perbedaan keyakinan, tersebar luasnya kebencian dan permusuhan.

Mushaf Al-Qur’an tetap seperti itu sampai sekarang dan disepakati oleh seluruh kaum muslimin serta diriwayatkan secara Mutawatir. Dipelajari oleh anak-anak dari orang dewasa, tidak bisa dipermainkan oleh tangan-tangan kotor para perusak dan tidak sampai tersentuh oleh hawa nafsu orang-orang yang menyeleweng.

Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala Tuhan langit, Tuhan bumi dan Tuhan sekalian alam.

*** Sumber : Kitab Ushuulun Fie At-Tafsir edisi Indonesia Belajar Mudah Ilmu Tafsir oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Penerbit Pustaka As-Sunnah, Penerjemah Farid Qurusy.

Read More......